Pages

Monday, May 2, 2016

Anak Cowok Nggak Boleh Nangis!


Beberapa hari yang lalu terdengar perdebatan antara orang tua mengenai baju yang seharusnya dikenakan oleh anak laki-lakinya. Sebagai seorang ibu dari seorang anak laki-laki, tentulah perkara ini menarik untukku. Bukan kepo, tapi kita bisa belajar dari mana saja, bukan? Termasuk dari pengalaman otang lain.

Nah, dari perdebatan masalah baju itu ada ketakutan bahwa anak laki-lakinya akan terlihat sedikit feminin dengan pakaian yang dikenakan. Terlepas dari pakaian apa itu, ketakutan orang tua ketika anak laki-lakinya tampak sedikit feminin membuatku terseret kembali ke beberapa tahun yang lalu ketika masih bergelut dengan teks-teks feminisme.

Kedua orang tua dari anak tadi bukanlah orang tua yang kolot. Mereka terbiasa berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Mirip dengan keluarga kecilku. Jujur saja, aku penganut feminis oportunis yang bersorak atas perjuangan para feminis sambil bersorak pula pada keadaan di mana laki-laki dianggap harus sopan pada perempuan. Yeay!

Anyway, kembali pada anak laki-laki yang feminin, kebanyakan di masyarakat kita belum bisa menerimanya. Seberapapun tinggi kita menjunjung emansipasi, tapi ketika kembali pada anak laki-laki yang mengarah pada hal-hal feminin, konsep tersebut sering kali kita tolak. Alasannya bisa beragam, mulai dari takut lembeng, takut menjadi gay, takut melambai - seakan-akan anak laki-laki harus dijaga "kemurnian" laki-lakinya.

Namun sebaliknya, apabila anak perempuan kita bergaya maskulin, sering kali kita bangga. Anak perempuan yang tomboy dianggap akan lebih berani dan setara dengan anak laki-laki. Walaupun, ada juga sih yang tidak menyukai anak perempuan yang tomboy - seperti ibuku yang sangat berusaha agar aku tampil bak seorang model sambil merasa bahwa beladiri itu berbahaya dan tak perlu.

Tapi, lepas dari ibuku, cobalah kita bandingkan:
"Anak perempuanku jago main drum loh..."

dengan
"Anak laki-lakiku jago memayet loh..."

Terasa perbedaannya bukan? Main drum terasa maskulin dan memayet terasa feminin.

Bahkan aku pun merasakannya. Padahal aku termasuk orang yang (ingin) menjunjung emansipasi - di mana seharusnya laki-laki dan perempuan setara dalam hak atas kesempatan dan pilihannya. Ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa tetap ada perasaan di bawah sadar kita bahwa laki-laki lebih baik dari perempuan.

Perempuan tetap berada di bawah laki-laki. Di bawah sadar kita pun hobi dan pekerjaan yang feminin tampak lebih "lemah".

Ini terjadi karena sejak kecil, kita terbiasa dengan konstruksi pemikiran bahwa untuk menjadi perempuan adalah sesuatu yang down grade, sementara untuk menjadi laki-laki adalah sesuatu yang up grade. "Feminin" melemahkan, dan "maskulin" menguatkan. Betapa kita bangga bahwa seseorang perempuan mampu sukses bekerja dan berkarir, sementara kita tidak mengakui seorang laki-laki yang sukses mengurus rumah tangganya.

Sehingga, kasarannya, untuk mengerjakan kegiatan feminin yang (tampak) lemah-lemah, cukuplah perempuan saja. Tak perlulah laki-laki yang kuat ini ikut mengerjakan yang lemah. Uh... pemikiran yang menyakitkan.

Meski begitu, aku sadar bahwa aku pun kadang masih terseret dalam arus itu. Aku masih menganggap bahwa Barbie itu mainan yang berbahaya bagi anak laki-lakiku, sementara Hot Wheels adalah mainan yang wajar bagi anak perempuanku (kalau kelak aku punya anak perempuan). Aku menganggap menjahit itu berbahaya bagi anak laki-lakiku, dan beladiri adalah keharusan bagi anak perempuanku (kalau kelak aku punya anak perempuan).

Di luar, mungkin aku tampak mendukung emansipasi. Aku akan support teman laki-lakiku yang suka memayet. Tapi, aku sadar kalau aku masih aku membeda-bedakan hobi dan pekerjaan berdasarkan gender ketika itu menyangkut anak keturunanku.

Seperti kata guruku yang mengajar feminisme dulu, "Kamu baru benar-benar bisa menerima keberadaan segala orientasi seksual ketika kamu tak masalah bila itu terjadi pada anakmu."

Yah, waktu itu dia sedang membahas tentang gay.

Anyway, ketika itu terhubung pada keluarga, terutama anak keturunan, bawah sadarmu yang akan berbicara. Ini sama dengan emansipasi perempuan tadi. Aku tahu bahwa apa yang aku pikirkan tidak baik bagi gerakan emansipasi. Aku seorang perempuan, tapi masih kerap melihat bahwa yang "feminin" merupakan suatu down grade dari yang "maskulin". Hah. Mengecewakan.

Mungkin ini berasal dari pengatahuan dasar bawah sadarku bahwa dalam sistem masyarakat kita yang maskulin lah yang akan lebih dihargai dan dapat bertahan hidup dalam dunia ini. Begitulah kuatnya sistem patriarki, sampai jauh di bawah sadar pun, mereka yang mendukung emansipasi masih memiliki pemikiran seperti yang aku tuliskan di atas.

So lame, right? :(

1 comment:

Unknown said...

Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
Jika ya, silahkan kunjungi website kami www.kumpulbagi.com atau www.facebook.com/kumpulbagi/ untuk info selengkapnya.

Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...