Pages

Tuesday, December 28, 2010

Pizza Mie

Saat menonton bola kemarin, yang sebenarnya posisiku hanya kebetulan ikut duduk di ruang TV, tiba-tiba aku merasa ingin (butuh!) camilan. Camilan yang bukan biskuit, yang bukan kacang, yang bukan nasi.

Nah, saat tiba-tiba butuh camilan seperti ini, biasanya aku langsung membuat Pizza Mie. Betul sekali, seperti namanya, ini adalah semacam pizza yang terbuat dari mie instan.

 

Monday, December 27, 2010

Nengok Lyly ke Ponorogo


Lagi-lagi aku ke Ponorogo. Seorang teman mengatakan aku terlalu sering ke Ponorogo. Memang, sih. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku begitu suka pergi ke Ponorogo.

Apakah karena satenya? Atau karena pecelnya? Atau karena reognya? Sepertinya tidak juga. Malah menurutku sate yang dulu sangat aku suka, rasanya sudah tidak seenak dulu.

Friday, December 17, 2010

Balada Gagal Beli


Tadinya, aku berencana menabung uangku hingga cukup untuk membeli sepeda listrik. Lalu gagal, bukan karena uangnya tidak cukup, tapi karena banyak pertanyaan "Untuk apa?". Apapun alasanku, tampaknya kurang kuat untuk membeli sepeda listrik. Apalagi setiap pertanyaan utamanya dikeluarkan: "Memang cari spare part-nya gampang?"

Thursday, December 9, 2010

Makan Malam yang 'Ajaib'

"Lihat, ini bergerak-gerak," ujar Arya. Dia menunjuk pada semacam kulit bawang yang digoreng dan sangat tipis, yang ditaburkan di atas takoyaki pesanannya.

Aku dan Dhira mendekatkan diri ke takoyaki itu. Iya, kami melihat benda asing yang tipis di sekitar takoyaki bergerak-gerak. Berkerut-kerut. Berkedut-kedut.

Suatu Sore di Surabaya

Baru sekali ini aku merasakan hujan turun di Surabaya. Hujan yang sangat deras. Cukup tidak tertebak karena setelah beberapa kali kedatanganku, Surabaya justru lebih identik sebagai kota anak emas matahari. Seakan-akan matahari memberikan perhatian istimewa, dan panasnya di siang hari bisa mencapai 39 derajat Celcius!

Tapi, melihat hujan yang menggedor-gedor jendela dengan kuat itu, rupanya Surabaya pun memiliki musim hujan.

Thursday, December 2, 2010

Mwathirika: Ketika Teater Boneka Membuat Menangis


Tadinya kupikir Baba, seorang bapak bertangan satu yang mukanya penuh kerutan, itu salah satu tokoh antagonis. Tapi begitu melihatnya berinteraksi dengan anak-anaknya, Tupu dan Moyo, ia langsung tampak sangat lembut.

Bagaimana ia menyapa anak-anaknya, bercanda dengan mereka, dan menyayangi mereka. Ketika Tupu merajuk karena kuda-kudaannya rusak, Baba menggantinya dengan sebuah balon merah yang ia bawa.

Sederhana, tapi entah mengapa begitu menyentuh.

Wednesday, December 1, 2010

Kedai Makan Rumah Pohon Mas Dewo


Belum lama ini, aku dimintai tolong untuk meliput Kedai Rumah Pohon Mas Dewo. Meski sudah sering mendengar namanya, tapi aku belum pernah ke sana.

Makanya, sewaktu mendengar kata 'rumah makan di atas pohon', imajinasiku langsung ke mana-mana. Tapi, yang pertama-tama muncul adalah gambaran sebuah rumah kayu di atas pohon yang digunakan untuk tempat makan.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...