Pages

Wednesday, July 28, 2010

Impulsif di Awal Minggu: Pelajaran Berharga

Setelah menjadi burung di sangkar emas selama beberapa bulan, akhirnya beberapa hari yang lalu aku mendapat kesempatan untuk merenggangkan waktuku, membiarkan detik-detikku mengolet di dalam bis, kereta, atau apapun itu.

Namun perjalanan terakhir kemarin terlalu impulsif untuk aku ceritakan. Jadi, alih-alih membeberkan ke mana saja aku pergi, aku lebih tertarik untuk mencatat pelajaran selama beberapa hari yang aneh itu.

1. Segala kemungkinan adalah mungkin
Dari awal perjalanan (bahkan ketika ajakan itu datang), aku sudah harus terbuka terhadap kemungkinan yang bisa terjadi. Apalagi ketika awalnya aku menolak mentah-mentah dan baru H-2 aku secara impulsif setuju untuk ikut serta.

Alhasil aku harus terbuka dengan segala hal. Mulai dari jadwal keberangkatan, jadwal kepulangan, arah tujuan, izin yang akan aku gunakan untuk membolos, kendaraan yang akan digunakan, hingga ke CARA menggunakan kendaraan tersebut.


2. Bagasi yang fleksibel
Melakukan perjalanan impulsif dengan semua kemungkinan yang ada membuatku harus menyiapkan bagasi yang praktis namun cukup. Selain itu juga pakaian-pakaian yang fleksibel untuk segala acara. Kecuali jika aku yakin mempunyai saudara dengan ukuran badan yang sama di kota yang aku kunjungi.

Atau, aku juga bisa menyesuaikan acara sesuai pakaian yang aku bawa. Toh, paling-paling kegiatan yang banyak aku lakukan adalah jalan-jalan.


3. Partner in crime
Pergi bersama seorang teman memang menyenangkan. Ada teman cerita, ada teman berbagi, ada teman yang bisa dimintai pertolongan, dan segalanya. Tapi di lain pihak, aku juga harus siap menjadi partner in crime bila ia ingin melakukan hal-hal kriminil...dan ikut terjerumus ke dalamnya.


4. Perubahan peraturan kadang tak terdeteksi
Perlu diketahui bahwa entah sejak kapan, Airasia menggandakan pemeriksaannya. Jadi, walaupun Alam berkata bahwa menggunakan tiket dan KTP orang lain itu bisa dilakukan (dan dia sudah kerap melakukannya), seharusnya aku mencari second opinion sebelum aku mengikuti petualangannya.

Jadi, meski sudah lolos di check-in, di dalam ruang tunggu ada Akang Filter (asli Bandung sepertinya) yang siap memeriksa kembali kesesuaian boarding pass dan KTP yang kami bawa. Pemeriksaan di sini lebih teliti dari di bagian check-in. Akang Filter melakukan pemeriksaan 'up, close, and personal'. Akang Filter meminta KTP kami dan ketika dia curiga, dia menanyakan nama lengkap, alamat, dan tanggal lahir (sesuai KTP yang dia pegang). Dan ketika Akang Filter masih curiga, dia meminta tanda tangan kami (masih sesuai KTP yang dia pegang). Hah!


5. Ambil Resiko = Warna dalam Perjalanan
Tak ada salahnya mencoba. Bila berhasil, hadiahnya liburan di Pulau Dewata. Bila tidak berhasil, yang hilang paling harga diri (untuk sementara).

Tapi sebelum memutuskan untuk mengambil resiko, aku sudah mempelajari baik-baik resiko yang bisa terjadi. Paling buruk, terkena wajib militer di area tentara di sekitar bandara...


6. Siapkan Plan B sejak awal
Plan B terbukti sukses untuk mengatasi rencana yang gagal. Plan B menghemat waktu kami untuk memutuskan perjalanan selanjutnya. Plan B juga berhasil menghilangkan kekecewaan kami dengan cukup cepat. Ini bisa terjadi karena Plan B yang kami siapkan benar-benar keren.

Bahkan di momen-momen tertentu sebelum kami terdepak dari bandara, Plan B lebih menggiurkan dari rencana awal kami.


7. Plan B bukan harga mati
Tapi tetap saja, Plan B masih bisa berubah. Kembali ke poin 1. Ketika sudah seperti ini, aku hanya bisa mengandalkan perasaan dan logika. Ketika keduanya ke arah yang sama, keputusannya lebih mudah. Tapi kalau keduanya bertentangan, nah...ini yang sulit.

Kebetulan waktu itu perasaan dan logikaku membelok ke rencana lain yang dipersiapkan kurang dari satu jam sebelum akhirnya dijalankan. Meski tampaknya lebih 'biasa' dari rencana-rencana sebelumnya, paling tidak di akhir perjalanan aku tidak kecewa dengan pilihanku.


8. Unplanned Plan
Terhadap rencana yang tak terencana ini - bila memang lebih 'biasa' - yang bisa dilakukan adalah melebur dan mencari hal-hal terbaik dari itu semua. Menggarisbawahi yang terbaik yang bisa didapatkan. Bagiku, itu berupa makanan melimpah yang enak dan susah dicari di kotaku.

Tidak perlu mencari dan memaksakan petualangan yang sama di tempat yang berbeda. Lebih baik aku menikmati apa yang terbaik di tempat itu, bukan?


9. Impulsif itu bisa saling menyambung
Setelah keberangkatan yang impulsif, kepulangan pun sangat bisa terjadi dengan impulsif. Jadwal yang sudah disiapkan dapat berubah tiba-tiba. Karena itu, aku selalu menaruh barang-barangku di tempat yang berdekatan. Jadi, kalau tiba-tiba harus berangkat, aku bisa membereskan semuanya dengan cepat dan segera berangkat.


PS: Tapi menyenangkan sekali kok, Lam... :)

2 comments:

RonggoLawe said...

teh iis...tolong nanti bawa kartu identitas yg lain ya, jangan cuma KTP..:)

bulb-mode said...

Kang Waldi, Iis mah ga punya SIM, ga bisa nyupir...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...