Belum lama ini, aku dimintai tolong untuk meliput Kedai Rumah Pohon Mas Dewo. Meski sudah sering mendengar namanya, tapi aku belum pernah ke sana.
Makanya, sewaktu mendengar kata 'rumah makan di atas pohon', imajinasiku langsung ke mana-mana. Tapi, yang pertama-tama muncul adalah gambaran sebuah rumah kayu di atas pohon yang digunakan untuk tempat makan.
Masalah bagaimana tamu, pelayan, atau makanan dinaik-turunkan, aku belum berpikir hingga ke sana.
Sebelum imajinasi semakin liar, aku pun mendatangi rumah makan yang bernama Kedai Makan Rumah Pohon Mas Dewo itu. Letaknya di tengah perkampungan di Blunyahrejo, dengan petunjuk yang harus dilihat dengan teliti. Kalau tidak, akibatnya akan seperti aku - mengelilingi sebuah pekarangan kotor dengan pohon besar hingga beberapa kali sambil penasaran setengah mati: masa iya itu kedai makannya?
Ternyata bukan.
Anyway, Kedai Makan Rumah Pohon Mas Dewo ini tidak berbentuk rumah di atas pohon. Ternyata bentuknya lebih mirip sebuah bangunan bambu bertingkat enam, dengan empat pohon di dalamnya. Bisa membayangkan?
Ruang-ruang makannya tidak mempunyai ukuran atau bentuk yang standar. Semuanya disesuaikan dengan pohon yang tumbuh di dalamnya. Bagaimanapun juga, fondasi dari Kedai Makan Rumah Pohon Mas Dewo ini merupakan keempat pohon tersebut. Bangunannya hanya mengikuti.
"Seperti rumah makan lesehan yang berada di atas pohon," ujar Mbak Nisa, istri dari Mas Dewo.
Memang, kedai makan ini formatnya seperti rumah makan lesehan biasanya: meja ditata di atas tikar atau karpet atau anyaman. Bambu digunakan sebagai bahan utama bangunan tersebut. Tapi, meski terbuat dari bambu, kedai makan ini dijamin aman. Bambunya merupakan bambu pilihan, dan strukturnya dirancang sendiri oleh Mas Dewo yang mendapatkan ilmunya dari STM.
Dilihat dari makanan, kedai makan ini menyajikan makanan-makanan dengan bumbu dasar masakan Jawa, tapi penuh inovasi. Seperti Tongseng Kambing yang disajikan terpisah antara daging kambing dan kuahnya. Daging kambingnya pun masih menempel pada tulang dan sudah dimasak terlebih dulu.
Mirip Sop Buntut Goreng.
Ada juga makanan khasnya: Nasi Guendheng. Sajiannya berupa nasi dengan lauk yang mirip capcay. Bedanya, isinya tidak hanya sebatas bakso dan sayur-mayur, tapi dicampur dengan cumi, irisan daging sapi, sosis, dan banyak bawang bombay - serta 'bumbu rahasia'.
Kalau untuk minumannya, aku akan menyarankan Es Teller - yang ternyata menurut Mbak Nisa juga merupakan favorit pelanggan kedai makan ini. Sebenarnya, dari penyajian, Es Teller ini tidak jauh berbeda dari kebanyakan es teler. Hanya saja, rasanya memang lezat. Seperti menggunakan sesuatu yang berbeda.
"Susunya aja udah enak, Mbak. Rasa vanila," ujar Irsa, anak perempuan Mbak Nisa.
Pantas.
Selain Es Teller, Kedai Makan Rumah Pohon Mas Dewo juga menyediakan minuman kesehatan. Ini sesuai dengan latar belakang Mas Dewo yang seorang herbalist. Pilih yang mana: Wedang Kraton yang sangat khas nJawani atau Es Serut Rosella yang ekstraknya dibuat sendiri?
Di akhir liputan, aku merasa kekenyangan. Enak sekali makan bersama kedua anak Mbak Nisa.
Kedai Makan Rumah Pohon Mas Dewo ini cocok sebagai pilihan tempat makan baik untuk rombongan, keluarga, maupun hanya berdua. Harga makanannya mulai dari Rp 17.500,- - Rp 35.500,-. Sementara minumannya paling mahal Rp 8.000,- (kalau tidak salah ingat).
Dan setelah makan, kamu bisa sedikit berolah raga dengan naik ke lantai enam untuk mengamati kota Jogja dari Gardu Pandang mereka. Tiket masuk Gardu Pandang sebesar Rp 6.000,- per orang.
"Untuk membantu perawatan bambu-bambunya," tambah Mbak Nisa.
Ah. Baiklah. :)
Kedai Rumah Pohon Mas Dewo
Blunyahrejo TR II/808, Yogyakarta
Buka pukul 10.00 – 21.30 WIB
Makanya, sewaktu mendengar kata 'rumah makan di atas pohon', imajinasiku langsung ke mana-mana. Tapi, yang pertama-tama muncul adalah gambaran sebuah rumah kayu di atas pohon yang digunakan untuk tempat makan.
Masalah bagaimana tamu, pelayan, atau makanan dinaik-turunkan, aku belum berpikir hingga ke sana.
Sebelum imajinasi semakin liar, aku pun mendatangi rumah makan yang bernama Kedai Makan Rumah Pohon Mas Dewo itu. Letaknya di tengah perkampungan di Blunyahrejo, dengan petunjuk yang harus dilihat dengan teliti. Kalau tidak, akibatnya akan seperti aku - mengelilingi sebuah pekarangan kotor dengan pohon besar hingga beberapa kali sambil penasaran setengah mati: masa iya itu kedai makannya?
Ternyata bukan.
Anyway, Kedai Makan Rumah Pohon Mas Dewo ini tidak berbentuk rumah di atas pohon. Ternyata bentuknya lebih mirip sebuah bangunan bambu bertingkat enam, dengan empat pohon di dalamnya. Bisa membayangkan?
Ruang-ruang makannya tidak mempunyai ukuran atau bentuk yang standar. Semuanya disesuaikan dengan pohon yang tumbuh di dalamnya. Bagaimanapun juga, fondasi dari Kedai Makan Rumah Pohon Mas Dewo ini merupakan keempat pohon tersebut. Bangunannya hanya mengikuti.
"Seperti rumah makan lesehan yang berada di atas pohon," ujar Mbak Nisa, istri dari Mas Dewo.
Memang, kedai makan ini formatnya seperti rumah makan lesehan biasanya: meja ditata di atas tikar atau karpet atau anyaman. Bambu digunakan sebagai bahan utama bangunan tersebut. Tapi, meski terbuat dari bambu, kedai makan ini dijamin aman. Bambunya merupakan bambu pilihan, dan strukturnya dirancang sendiri oleh Mas Dewo yang mendapatkan ilmunya dari STM.
Dilihat dari makanan, kedai makan ini menyajikan makanan-makanan dengan bumbu dasar masakan Jawa, tapi penuh inovasi. Seperti Tongseng Kambing yang disajikan terpisah antara daging kambing dan kuahnya. Daging kambingnya pun masih menempel pada tulang dan sudah dimasak terlebih dulu.
Mirip Sop Buntut Goreng.
Ada juga makanan khasnya: Nasi Guendheng. Sajiannya berupa nasi dengan lauk yang mirip capcay. Bedanya, isinya tidak hanya sebatas bakso dan sayur-mayur, tapi dicampur dengan cumi, irisan daging sapi, sosis, dan banyak bawang bombay - serta 'bumbu rahasia'.
Kalau untuk minumannya, aku akan menyarankan Es Teller - yang ternyata menurut Mbak Nisa juga merupakan favorit pelanggan kedai makan ini. Sebenarnya, dari penyajian, Es Teller ini tidak jauh berbeda dari kebanyakan es teler. Hanya saja, rasanya memang lezat. Seperti menggunakan sesuatu yang berbeda.
"Susunya aja udah enak, Mbak. Rasa vanila," ujar Irsa, anak perempuan Mbak Nisa.
Pantas.
Selain Es Teller, Kedai Makan Rumah Pohon Mas Dewo juga menyediakan minuman kesehatan. Ini sesuai dengan latar belakang Mas Dewo yang seorang herbalist. Pilih yang mana: Wedang Kraton yang sangat khas nJawani atau Es Serut Rosella yang ekstraknya dibuat sendiri?
Di akhir liputan, aku merasa kekenyangan. Enak sekali makan bersama kedua anak Mbak Nisa.
Kedai Makan Rumah Pohon Mas Dewo ini cocok sebagai pilihan tempat makan baik untuk rombongan, keluarga, maupun hanya berdua. Harga makanannya mulai dari Rp 17.500,- - Rp 35.500,-. Sementara minumannya paling mahal Rp 8.000,- (kalau tidak salah ingat).
Dan setelah makan, kamu bisa sedikit berolah raga dengan naik ke lantai enam untuk mengamati kota Jogja dari Gardu Pandang mereka. Tiket masuk Gardu Pandang sebesar Rp 6.000,- per orang.
"Untuk membantu perawatan bambu-bambunya," tambah Mbak Nisa.
Ah. Baiklah. :)
Kedai Rumah Pohon Mas Dewo
Blunyahrejo TR II/808, Yogyakarta
Buka pukul 10.00 – 21.30 WIB
1 comment:
bener-bener enjoy nih makan disini mantap.
http://www.kitareview.com/Kuliner/Yogyakarta/Kedai_Rumah_Pohon.html
Post a Comment