Aku mengingatmu tidak seperti aku mengingatnya.
Aku tidak ingat kapan pertama kali kita berkenalan, aku tidak ingat apa lagu kesukaanmu, bahkan aku hampir selalu tertukar saat mengingat hari ulang tahunmu.
Dan aku juga tidak pernah memberimu perhatian seperti aku memberinya. Aku justru bercanda saat kamu sakit. Ingat? Sepenggal SMS yang membuatmu kesal setengah mati padaku. Hihi... kamu benar, seharusnya aku tidak boleh bercanda tentang penyakit seseorang.
Tapi, bagiku, kamu istimewa. Sangat. Boloehkah aku mengatakannya tanpa membuatmu berharap lebih? :p
Kamu mungkin tidak mengenal kisah cinta pertamaku, pada seorang pemuda tampan dari masa lalu yang sekarang entah berada di mana. Tapi, aku bersyukur kamu selalu ada saat sekuel serial kisah cintaku bertambah rumit. Dan bodoh. Juga mimpi-mimpi yang sepertinya tak mungkin diwujudkan. Kamu dengan realitasmu bisa membuatku lebih sering menginjak bumi.
Maafkan aku bila selama ini selalu merepotkanmu dengan segala keluh kesahku. Tindakan-tindakan bodohku memang hampir selalu berujung pada kamu, bukan? Huh...padahal, pernah suatu hari aku pikirkan, aku tak mengenalmu seperti kamu mengenalku. Ya, aku tak begitu mengenalmu.
"Kamu selalu lebih banyak berbicara padanya daripada mendengarnya. Wajar kalau kamu tidak mengenalnya," ungkap seorang teman menyimpulkan.
Mungkin memang begitu ya? Tapi, semua terasa begitu mudah aku bagi denganmu. Kamu tak pernah memotong perkataanku, kamu tak menyimpulkan dengan asumsimu sendiri, kamu selalu mendengarkan.
Entah itu benar-benar mendengarkan dengan seksama dan memperhatikan ceritaku, atau hanya sekedar menemaniku. Aku tak peduli. Karena kata-kata yang kamu ucapkan selalu tepat. Jalan keluar yang kamu sarankan sering membantuku di saat-saat aku berada di antara dua pilihan yang membingungkan.
Benar, kamu tidak pernah menghakimiku atas tindakan-tindakan bodohku. Tapi dengan rangkaian kalimat yang kamu susun, entah bagaimana kamu bisa menyadarkanku dari kebodohan itu sendiri.
Aku juga ingat saat-saat aku begitu mengesalkan. Iya, di saat aku patah hati. Bahkan kamu sering terkena imbasnya, ya kan? Tapi kamu justru berniat menemaniku jogging saat aku patah hati. Walau niat ini tak pernah terlaksana, tapi aku sangat menghargainya.
Hm... mungkin memang bukan bulan, bintang, hutan pinus, atau sunset merah jambu yang ingin aku bagi denganmu.
Kencan-kencan tak serius kita justru selalu berakhir di tempat-tempat makan yang umum. Dari coffee shop, warung sup kaki kambing, food court, atau sekedar bersantai di warung makan Bu Nur. Duduk berlama-lama, dengan aku yang terus saja bercerita dan kamu yang selalu mendengarkan. Aku kerap menantikan hal itu. Dan di sana, bukankah aku telah membagi cupu manik astagina-ku denganmu?
Ah. Dan sekarang aku akan kehilanganmu. Lagi-lagi, sebuah perpisahan yang sebenarnya tak aku harapkan.
Thanks a lot for all the times you've been there for me, ya... but now, what will I do without you? :(
2 comments:
setidaknya kamu sudah membandingkanku dengannya. siatu kehormatan....(at last, i left a comment)
anonymous:
Hahaha... I'm really glad you're still around... ;)
Post a Comment