Magelang menyusul setelah Sragen. Di Magelang, juga tak banyak yang bisa aku lakukan setelah melakukan ritual sungkem.
Dulu, aku sering menyempatkan diri berkeliling hingga ke perbukitan atau pegunungan di sekitar Magelang. Mulai dari gunung Sumbing, gunung Telomoyo, gunung Merbabu, hingga bukit Menoreh. Sebuah bukit kecil "Bukit Tidar" terletak di tengah kota. Bukit ini dipenuhi hutan pinus, dan pepohonan salak di sela-selanya.
Tapi, Lebaran kemarin aku memilih tidak berkeliling. Selain karena waktu yang terbatas dan eyang yang lagi sakit, jalanan tampaknya amat padat. Terletak di pinggir jalan raya ke arah Secang, di seberang markas tentara, dari ruang tamu rumah eyang, aku dapat mengamati betapa macetnya jalanan di depan rumah.
Antrian kendaraan berjejer panjang dan bergerak dengan lambat. Lebaran kemarin, entah kenapa, jalanan terasa jauh lebih padat dari Lebaran-Lebaran sebelumnya. Perjalanan Jogja-Sragen yang ditempuh selama empat jam - padahal biasanya cuma membutuhkan waktu 2,5 jam - masih bisa dibilang belum keterlaluan.
Tapi, perjalananku Jogja-Magelang, atau tepatnya Muntilan-Magelang, harus ditempuh selama tiga jam. Padahal biasanya hanya satu jam. Belum lagi banyaknya pelanggaran yang makin membuat kesal.
"Mobil Jakarta kalau dijejer di Pulau Jawa aja masih buat macet," ungkap saudaraku melihat banyaknya mobil berplat B di antara kemacetan itu.
Mungkin begitu. Sekitar enam dari sepuluh mobil yang kuamati memang berplat B. Sisanya, perpaduan AB, AA, AD, L, H, dan berbagai plat lain.
Makanya, aku tak ingin berpergian ketika telah sampai di rumah eyang. Malas menghadapi macet. Tapi, panasnya hawa sore Lebaran hari kedua (Pemerintah), memaksa aku dan saudara-saudaraku mencari kegiatan. Kami tak bisa berhibernasi, karena lokasi-lokasi strategis telah ditempati orang-orang lain. Huff!
Akhirnya kami memilih untuk keluar, mencari minuman dingin di Es Murni. Walau telah diwaralabakan di berbagai kota lain, minum Es Campur Ayu atau Es Burjo di Es Murni Magelang memberikan sensasi tersendiri. Hanya sugesti, mungkin. Karena asalnya Es Murni memang dari kota ini.
Magelang, menurutku, memiliki kuliner yang lebih bervariasi dibandingkan Sragen. Jauh lebih bervariasi. Es Murni, warung makan sederhana di Pisangan, sate pisang, buntil, bakso tenis di Taman Badakan, kupat tahu Pojok, bakmi di dekat Akmil, hingga tahu susur yang lezat di dekat rumah eyang.
Selain makanan dan pegunungan, aku tak tahu harus berkeliling kemana jika di Magelang. Aku ingat pernah mencoba rafting dari Puri Asri. Cukup menyenangkan, walau di beberapa titik Sungai Progo (atau Elo?) tercium aroma tak sedap. Hm... bagaimana kabar Kyai Langgeng ya?
Dulu, aku sering menyempatkan diri berkeliling hingga ke perbukitan atau pegunungan di sekitar Magelang. Mulai dari gunung Sumbing, gunung Telomoyo, gunung Merbabu, hingga bukit Menoreh. Sebuah bukit kecil "Bukit Tidar" terletak di tengah kota. Bukit ini dipenuhi hutan pinus, dan pepohonan salak di sela-selanya.
Tapi, Lebaran kemarin aku memilih tidak berkeliling. Selain karena waktu yang terbatas dan eyang yang lagi sakit, jalanan tampaknya amat padat. Terletak di pinggir jalan raya ke arah Secang, di seberang markas tentara, dari ruang tamu rumah eyang, aku dapat mengamati betapa macetnya jalanan di depan rumah.
Antrian kendaraan berjejer panjang dan bergerak dengan lambat. Lebaran kemarin, entah kenapa, jalanan terasa jauh lebih padat dari Lebaran-Lebaran sebelumnya. Perjalanan Jogja-Sragen yang ditempuh selama empat jam - padahal biasanya cuma membutuhkan waktu 2,5 jam - masih bisa dibilang belum keterlaluan.
Tapi, perjalananku Jogja-Magelang, atau tepatnya Muntilan-Magelang, harus ditempuh selama tiga jam. Padahal biasanya hanya satu jam. Belum lagi banyaknya pelanggaran yang makin membuat kesal.
"Mobil Jakarta kalau dijejer di Pulau Jawa aja masih buat macet," ungkap saudaraku melihat banyaknya mobil berplat B di antara kemacetan itu.
Mungkin begitu. Sekitar enam dari sepuluh mobil yang kuamati memang berplat B. Sisanya, perpaduan AB, AA, AD, L, H, dan berbagai plat lain.
Makanya, aku tak ingin berpergian ketika telah sampai di rumah eyang. Malas menghadapi macet. Tapi, panasnya hawa sore Lebaran hari kedua (Pemerintah), memaksa aku dan saudara-saudaraku mencari kegiatan. Kami tak bisa berhibernasi, karena lokasi-lokasi strategis telah ditempati orang-orang lain. Huff!
Akhirnya kami memilih untuk keluar, mencari minuman dingin di Es Murni. Walau telah diwaralabakan di berbagai kota lain, minum Es Campur Ayu atau Es Burjo di Es Murni Magelang memberikan sensasi tersendiri. Hanya sugesti, mungkin. Karena asalnya Es Murni memang dari kota ini.
Magelang, menurutku, memiliki kuliner yang lebih bervariasi dibandingkan Sragen. Jauh lebih bervariasi. Es Murni, warung makan sederhana di Pisangan, sate pisang, buntil, bakso tenis di Taman Badakan, kupat tahu Pojok, bakmi di dekat Akmil, hingga tahu susur yang lezat di dekat rumah eyang.
Selain makanan dan pegunungan, aku tak tahu harus berkeliling kemana jika di Magelang. Aku ingat pernah mencoba rafting dari Puri Asri. Cukup menyenangkan, walau di beberapa titik Sungai Progo (atau Elo?) tercium aroma tak sedap. Hm... bagaimana kabar Kyai Langgeng ya?
2 comments:
ah es murni...aku jadi inget waktu jaman kuliah dulu. bersama mira memburu es murni di jalan magelang. bela-belain pinjem motornya mas nanang. dan itu semua atas promosimu yang bilang es murni di sana enak. padahal di jalan sagan ternyata juga ada...hwaaaa
Huahahaha! Aku nggak tau pada masa itu Es Murni udah buka di Sagan, The... :p Maafkan aku...
Post a Comment