Pages

Tuesday, May 27, 2008

My Classic Hero: Indiana Jones!

Tanggal 22 Mei telah terlewati. Ini berarti film terbaru Indiana Jones sudah diluncurkan. Dan ternyata memang sudah muncul di bioskop dekat rumahku. Sekaligus di dua studio!

Harus aku akui sekali lagi, bahwa aku memang suka Indiana Jones. Suka sekali. Sejak film pertamanya, sampai film terbarunya.

Setelah menunggu-nunggu selama beberapa bulan, akhirnya aku menonton Indiana Jones and the Kingdom of the Crystal Skull, bersama keluargaku. Kami memang penggemar Indiana Jones. Kecuali, tentu saja, adikku yang lahir setelah era itu.

Tapi, tak mengapa. Dia tampak tetap bisa menikmatinya. Lagipula, kapan lagi kami sempat berkumpul sekeluarga?

Tidak seperti film Mission Impossible 3 atau Spiderman 3 yang berhasil merebut piala film-sekuel-mengecewakan versiku, Indiana Jones hampir tepat seperti yang kuharapkan.

Yup. Aku puas menonton aksi laga kekasih imajiner masa kecilku itu. Walau sekarang Dr. Jones telah lebih berumur dan pantas memiliki cucu (65 tahun!), ia masih Indiana Jones-ku.

Masih penuh aksi. Masih konyol. Masih menawan. Masih takut ular. Masih seperti yang kuingat.

Ya-ya-ya. Aku tahu banyak juga yang kecewa pada film ini. Sebagian besar kelemahannya memang terletak pada plot ceritanya yang kurang 'greget' dan terlalu dipaksakan. Termasuk aksi-aksinya yang tidak masuk akal. Seperti berkejar-kejaran di tengah hutan hujan tropis Amazon dengan jip atau selamat dari ledakan nuklir berkat sebuah kulkas.

Ini lebih parah dari film Dante's Peak saat Pierce Brosnan (si tampan!) selamat dari lahar dengan cara berkendara di atas lahar menggunakan mobil biasa.

Tapi terlepas dari aksi-aksinya yang kadang tidak masuk akal, film ini tidak memaksakan aksi seorang petualang yang semakin berumur. Ia masih melompat-lompat, bertingkah-polah, namun dalam porsi yang pas. Indiana Jones memang menjadi tua, dan di film ini, itu ditunjukkan.

Mungkin, karena itu, aksi laganya tidak lagi dilakukan sendiri. Sang sutradara, Steven Spielberg, berhasil membagi aksi-aksi itu dengan bantuan seorang pria muda yang cukup tangguh. Cukup kuat untuk berkelahi, berlari, berenang... dan bergelantungan?

Yang jelas, dia cukup muda untuk menjadi bengal, lucu dan 'membantu'.

Pria muda ini memang seperti dihadirkan untuk membawa legenda Indiana Jones ke satu langkah lebih jauh. Siapa lagi kalau bukan anaknya?

Namanya Mutt. Mutt Williams. Anak dari Marion Williams, kekasih Indiana Jones di film terdahulunya. Mutt muncul (juga) dengan pas. Tidak terlalu mendominasi, tidak pula terlalu sedikit. Sekali lagi, sidekick yang pas.

Selain aksi laga, di film ini, dialog-dialognya juga masih berhasil membuatku tertawa. Yah, seperti dulu. Tak lupa, karakter Indy dan Mutt berhasil diinteraksikan dengan wajar.

Dan lagi, keputusan Steven Spielberg untuk tidak merekam film tersebut dalam format digital memberikan efek tambahan. Filmnya jadi terlihat klasik. Film ini seperti dibuat untuk menghadirkan kenangan-kenangan itu. Termasuk posternya.

Intinya, sebagai penggemar, aku tidak menemui ketakutanku pada film itu. Hadirnya sang anak juga tidak mengacaukan karakter Indiana Jones. Seperti yang kukatakan tadi, aku puas.

As a teenager, I did grow up idolizing him... and it's just fun to know that he's still around. :)

Malam ini, aku akan tidur dengan nyenyak. Dan mungkin akan menghiasinya dengan pemandangan artefak-artefak misterius dari kebudayaan Maya dan kilasan-kilasan pria bertopi fedora.

6 comments:

Anonymous said...

Nonton gak yaaaa

bulb-mode said...

thea:
Kamu suka Indiana Jones nggak? Kalo suka, nonton aja... kangen-kangenan...
Tapi klo nonton, syaratnya: nggak usah terlalu mikir... karena emang banyak yang nggak masuk akal. :p Dinikmatin aja... :D

Anonymous said...

beneran, emang banyak yang ga masuk akal, dan sprti film anak2.
not recommended :P

bulb-mode said...

ogi:
Udah aku bilangin, Gi... itu film emang nontonnya jangan sambil mikir... :p

Koelit Ketjil said...

Indiana Jones emang keren Dir!
aku pernah kagum, salut & merasa bangga dg `Indiana Jones~nya Indonesia, Perempuan lagi yaitu Butet Manurung!
Perempuan hebat yg berani masuk kepedalaman hutan Indonesia, bukan untuk sekedar foto2 ato di cap sebagai `mapala wannabe` tapi dia belajar bersama anak2 suku pedalaman!!!
tapi waktu aku maen ke Hanggar Billyar belakangnya Purawisata, tiba2 gambaran Indiana Jones ku itu runtuh.... :(
ditembok dekat kasir aku liat coretan tangan dia yg kasih komentar ttg betapa cozzy-nya Hanggar Bilyar!
manusiawi sih..... tapiii........

bulb-mode said...

aliyith prakarsa:
Haha... kontradiktif? Yang penting, sehabis dari tempat bilyar, dia balik ke hutannya lagi trus buka tempat bilyar jg g ya? :p

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...