Sebulan ini rasa mellow menggantung di udara. Tapi pagi tadi ia menyusup paksa masuk ke kamar, membuatku terbangun dini hari dengan rasa sedih yang tiba-tiba menyergap.
Aku hanya tidak mengira pada akhirnya akan seperti ini.
Pernah memang ini semua terbayang: kamu hidup bahagia dengannya. Itu kenapa aku tidak pernah sekalipun menganggap remeh perasaanmu yang meski labil tapi keras kepala. Aku tidak akan menyarankanmu untuk tetap melangkah kalau masih ada setitik ragu di duniamu.
Ragu itu harus diselesaikan. Hingga rasa sesal tidak akan muncul di sudut mana pun dalam hidupmu nanti.
Masih jelas pagi hari itu ketika Milo hangat dan kisahmu membawaku kembali ke masa lalu. Jauh. Segala tremor-tremor, unspoken moments, dan nice weather days melompat dari sudut-sudut memoriku. Kisahmu mengingatkanku pada perasaan-perasaan yang terlalu dalam untuk diabaikan.
Tentu saja aku akan mendukungmu untuk mengejar kebahagiaanmu - meski harus berlari ke ujung pulau ini. I've been there. Dan kebahagiaan itu pantas diperjuangkan, walaupun tak perlu terlalu kita pikirkan akhirnya akan seperti apa.
Tapi ketika rencana-rencana penuh makna itu mulai terucap dengan keyakinan yang tak pernah kulihat sebelumnya, ingin rasanya menghentikan waktu. Atau mencari jalan untuk kembali.
Ini bukan tentang dia atau dia.
Ini tentang kita. Perjalanan-perjalanan absurd, sayap-sayap yang terbakar, kisah-kisah penuh rahasia di antara camilan sore, hingga segepok chic lit yang belum dibedah.
Cerahnya hari kemarin terasa sendu di ingatanku. Kosong.
Kini, heningnya pagi seakan membuatku sadar betapa sepinya kota ini tanpa keberadaanmu nanti. Apakah mungkin canda berbalas dengan jauhnya jarak?
Andai tak ada yang perlu berubah. Andai ada yang bisa menahan larimu.
Ah. What am I mumbling about? Of course you have to run and chase your own happiness before it's too late.
It's just that you are one of my bestest friend... and I can't stand to lose another one... :(
No comments:
Post a Comment