Tuk-tuk dari kapal |
Danau Toba, selain Pulau Samosir-nya, juga terkenal akan Batu Bagantung-nya. Meski terkenal, ketika aku dan Mr. A berkunjung ke Danau Toba, kami justru tidak terlalu tertarik untuk melihatnya.
Selain karena harga perahu motornya yang mahal, aku juga (jelas) lebih memilih bertualang di Pulau Samosir. Lebih tepatnya, sebagian kecil dari Pulau Samosir.
Kami memilih berlabuh dan menginap di Tuk-tuk karena keeksotisannya. Dari namanya, Tuk-tuk sendiri sudah bernuansa eksotis. Tapi selain itu, pilihan kami juga dipengaruhi oleh kenyataan bahwa hotel-hotel di Parapat sudah penuh dan hanya tersisa kamar-kamar di atas Rp 500.000,- per malam.
Akhirnya setelah di Jogja browsing mencari hotel, pilihan kami jatuh pada Tabo Cottages. Di sinilah pentingnya promosi via internet, Tabo Cottages memberikan gambaran yang terlengkap dari apa yang bisa kami harapkan di Tuk-tuk. Benar-benar lengkap, bahkan hingga ke menu restorannya.
Plus, harga kamarnya cukup murah.
Memang sih, Tabo Cottages bukan yang terbaik di Tuk-tuk, tapi dia yang termudah untuk diakses. Tak hanya itu, tempat ini juga lumayan bagus kok, cuma letaknya agak jauh dari pusat keramaian Tuk-tuk.
Kapal yang mengantarkan kami berhenti tepat di pelabuhan pribadi Tabo Cottages dengan selamat meski membawa rombongan murid berseragam merah. Sebagai informasi, hampir semua penginapan di Tuk-tuk memang memiliki pelabuhannya sendiri. Yang perlu dilakukan hanyalah mengatakan nama penginapanmu pada 'kernet' kapal dan mereka akan mengantarmu ke sana. Seperti travel.
Dan itu semua hanya dengan harga Rp 7.000,- per orang! Luar biasa.
Harga tiket penyeberangan (yang dibayarkan di atas kapal) tidak terlalu mahal karena kapal-kapal yang berangkat setiap satu jam ini merupakan salah satu transportasi utama para penduduk Pulau Samosir di daerah Tuk-tuk untuk ke daratan Pulau Sumatera dan sebaliknya.
Kami pun super gembira melihat bentuk Tabo Cottages untuk pertama kalinya, yaitu saat masih di atas kapal. Kondisinya benar-benar mirip dengan yang kami lihat di halaman website-nya.
Tampak depan (atau belakang) dari pelabuhan pribadi |
Oh aku dan Mr. A suka sekali!
"Tabo itu artinya nyaman, Ndie," ujar temanku di Pematang Siantar sebelum aku berangkat ke Sumatera Utara.
Kami pun segera turun. Harapan akan mendapat hawa yang dingin (karena letaknya sekitar 1.000 m di atas laut) langsung punah. Segala macam peralatan anti dingin seperti sweater dan celana training terancam teronggok tak berguna. Hawa di Pulau Samosir - tepatnya Tuk-tuk - rupanya sangat cerah ceria.
Tidak seperti wanti-wanti ibuku yang mengatakan bahwa hawa di Pulau Samosir akan dingin menggigit.
Kami pun check-in, makan, lalu berniat berkeliling dengan motor sewaan. Tabo Cottages pun menyewakan beberapa sepeda motor dengan harga Rp 80.000,- per hari.
Sayang sekali, rupanya karena kami sama sekali belum memesan, kami kehabisan sepeda motor sewaan di Tabo Cottages. Kami pun disarankan keluar hotel untuk mencari sepeda motor sewaan lain.
Sebenarnya memang banyak yang menyewakan sepeda motor di sekitar Tuk-tuk. Namun karena waktu kedatangan kami ini bertepatan dengan liburan dan terlalu siang, kebanyakan motor sewaan tersebut sudah habis.
Akhirnya setelah berjalan menanjak agak jauh, kami bertemu dengan Bang Reynold dengan sepeda motor sewaannya. Harganya Rp 100.000,- per hari (yang ternyata cuma diperbolehkan hingga jam 9 malam).
"Sebenarnya aku agak takut kalau sewain 'kereta' ke orang lokal. Kadang mereka bawa lari menggunakan feri," ujarnya saat pertama kali kami menyampaikan keinginan untuk menyewa motor.
Sepertinya itu kenapa dia memiliki banyak syarat. Tapi pilihan lainnya adalah menyewa sepeda yang tanpa listrik.
Mungkin Hera dan Apo bakalan memilih sepeda, tapi aku tidak. Big no-no!
Karena posisi tawar yang lemah, kami pun mengalah dan menyewanya. Daripada tidak bisa ke mana-mana selama di Tuk-tuk kan?
No comments:
Post a Comment