Pages

Thursday, December 6, 2007

Ode untuk Selembar KTP*

Bukan. Ini bukan meniru cerpen Martin Aleida dalam Liontin Dewangga. Ini sebuah ode yang berbeda untuk selembar KTP yang berbeda.

Semua berawal dari gempa yang melanda Jogja. Gempa di bulan Mei tahun lalu memang membawa banyak perubahan, terutama bagi warga Jogja. Dari yang kehilangan, hingga mereka-mereka yang kecipratan berkah gempa. Berkah bencana eksotis, begitu katanya.

Nah, aku sendiri sebenarnya tak terlalu terpengaruh dengan adanya gempa. Alhamdulillah. Rumah yang terletak di bagian utara Jogja tak mengalami banyak gangguan. Hanya getaran kencang yang mengagetkanku di pagi hari. Dan berkah bencana eksotisnya? Hm... berkahku di saat gempa hanyalah perkenalan sesaat dengan seorang pria tampan yang tak membekas. Hihihi!

Yang jelas, KTP-ku jadi sedikit terabaikan akibat gempa. Habis di pertengahan bulan Mei 2006, aku tak dapat segera mengurus KTP karena harus keluar kota selama beberapa hari. Dan lalu gempa itu terjadi.

Duh... Bisa dibayangkan, birokrasi yang pada hari-hari biasa harus ditembus dengan segudang kerepotan, pastilah akan lebih menyebalkan di saat-saat seperti itu. KTP-ku pun terbengkalai dengan sengaja. Aku lebih sibuk dengan kehidupan-tanpa-birokrasi-ku. Dan aku menikmatinya.

Hingga satu tahun kemudian, aku menemukan KTP bekasku di dalam dompet yang hampir kubuang. Ah, rupanya sudah satu tahun lebih KTP-ku mati.

"Koq nggak diperpanjang to, Dik?" tanya seorang kawan baikku. "Penting lho..."

Oya? Untuk apa?

Aku lebih sering menemui razia SIM dari pada razia KTP. Dan aku memiliki SIM. Aku tak bisa memikirkan kepentingan lain KTP selain untuk jaminan di rental VCD. Lagipula, selama ini aku masih bisa menggunakan SIM-ku bila terjerat sedikit birokrasi. Seperti saat akan memperpanjang nomor HP-ku yang hangus karena aku tinggal selama dua minggu.

"Iya juga ya..." Kawanku akhirnya setuju.

Nyatanya, hidup selama satu setengah tahun tanpa KTP belum menyulitkanku.

"Kenapa nggak diurus saja?" Seorang kawan lain mungkin risih melihat aku yang tak ber-KTP. "Sekarang di Jakarta sudah sering ada razia KTP. Bisa kena Rp 50.000,- kalau nggak punya KTP."

Oh. Ini baru berbahaya.

Kebetulan sekali KTP adikku juga mati. Jadilah kami duo KTP-less yang mulai tergerak mencari KTP. Usaha pertama kami gagal. Sedikit terbengkalai karena berbagai kesibukan dan KTP kembali tak terurus. Begitu pula dengan usaha kedua. Pengurusan KTP berhenti pada tahap Dusun. Rupanya C 1 kami harus diperbarui. Huff!

Katanya, yang ketiga adalah yang terberkati. Hm... sepertinya benar. Setelah C 1 selesai, kami kembali sibuk mengurus KTP dari awal.

1. Ke rumah Pak RT
Di tempat Pak RT kami tinggal mengisi formulir-formulir. Pak RT rela mengisikannya, asal... kami mau mendaftar menjadi pemilih dalam pemilihan Kadus terdekat. Ow... tak masalah!


2. Ke rumah Pak Dusun

Kepala dusun di daerahku orangnya sangat tipikal Bapak-Bapak Birokrat. Sok sibuk dengan mendadak. Haha! Lalu bertanya ini-itu yang sepertinya penting sekali. Dan kadang terasa memojokkan. Seakan-akan salah menjawab satu kata saja bisa membuat kami harus berurusan dengan pihak berwenang.

Uh... padahal sebenarnya yang perlu ia lakukan pagi hari itu hanyalah menandatangani formulir kami, dan membubuhkan cap dusun setempat.


3. Cetak foto

Yap. Aku lupa kalau selain tidak punya KTP, aku juga tidak punya pas foto. Dan pembuatan KTP membutuhkan pas foto.


4. Ke Kelurahan

Kami sampai di Kelurahan pada pukul 12 siang lebih sedikit. Tapi ruangan telah kosong, dan hari itu bukan hari Jumat atau Sabtu. Ternyata, para pegawainya sudah pada pulang. Bukannya seharusnya jam kerja seorang PNS sampai pukul 2 siang?

"Kan mereka bukan PNS, Mbak," jelas seorang Bapak Birokrat dengan nada malas, di sela-sela obrolannya.

Oh-oh. Lantas, status mereka itu sebenarnya apa ya?


5. Ke Kecamatan
Setelah memasukkan KTP ke Kecamatan, kami harus menunggu selama kurang lebih seminggu. Dan pada tanggal yang dijanjikan, rupanya KTP kami belum jadi.

"Pak Camatnya lagi sibuk mau naik haji, Mas," jelas Mbak Birokrat pada adikku.

Lalu, apa hubungannya kami dengan kesibukan Pak Camat yang mau naik haji? Benar-benar lucu.


Yang jelas, sehari setelah itu KTP kami jadi! Serasa terlahir kembali. Total pembuatannya memakan waktu sekitar 1,5 minggu. Saat ini tak perlu lagi khawatir ada razia KTP. Dan efek dominonya, aku juga jadi lebih percaya diri saat masuk ke tempat peminjaman film.

Aku punya KTP.

Mungkin ini sebenarnya sebuah kemajuan, karena uang yang kami keluarkan masih masuk akal. Tak sampai Rp 15.000,-. Kupandangi KTP baruku berkali-kali. Suatu pencapaian.

Eh, tapi sebentar. Kenapa yang tertulis di KTP seperti ini? Padahal jelas-jelas aku menuliskan WIRASWASTA di formulir yang disodorkan pada aku dulu.

Pekerjaan: Belum / Tidak Bekerja

Atau, apakah yang dianggap pekerjaan hanya bila 'bekerja pada orang lain'? Huh... diskriminasi.

"Masih mending, dari pada punyaku pekerjaannya aku tulis wartawan," ucap seorang kawan dengan nada menyesal di suatu malam. "Merepotkan."

"Bahaya. Pasti kalau mau urus apa-apa bakal dipersulit. Apalagi kalau urusan sama polisi," timpal kawan yang lain.

Oya?

"Contohnya, kalau mau buat SIM aja, pasti nggak akan bisa pakai short cut," tambahnya sambil tertawa.

Benar juga. Polisi kan paling anti dengan wartawan. Begitu pula dengan abdi-abdi negara yang sebenarnya selalu dikejar perasaan bersalah. Hahaha!


* Meminjam judul cerpen karya Martin Aleida dalam kumpulan cerpen Liontin Dewangga.

9 comments:

dhiraestria dyah said...

di KTP-ku pekerjaannya mahasiswa.. :)

Gum said...

ah, perangkat negara ya? pengalaman di kecamatan:

di pintu masuk jelas2 tertulis biaya pengurusan KTP adalah Rp 5000, dan bisa ditunggu.
yang saya dapat di dalam? Rp 10000, 2 hari.

bulb-mode said...

dhiraestria dyah:
Andaikan aku masih menggenggam status itu...hiks...

"Dont it always seem to go
That you dont know what youve got
Till its gone"


gum:
Hihihi... emang gitu mereka itu... dan kadang mereka nyadar, plus meminta kita untuk ikut memahami 'posisi' mereka. :p

temukonco said...

Eh, kalo misalnya kita pengen di KTP kita itu boleh ngisi status: "invisible" pasti seru ya...

Boleh dong kapan-kapan pinjem ktp-nya buat nyewa PS2 :D

Btw, blogku udah mulai pulih lagi sedikit-sedikit... ;)

bulb-mode said...

iwan:
Kekekekekekek...
Mending statusnya 'Be Right Back'... :p
Ga skalian pinjem KTP untuk kredit apaaaa gtu? Biar sang soyo mbebayani...

Anonymous said...

KTPku baru aja kuperpanjang...tapi statusnya teteuppp: Tidak bekerja:D

-thea-

bulb-mode said...

thea:
Hahaha... biar klo kena denda g dapet yg mahal, The? :p

Anonymous said...

dan ternyata KTPku statusnya masih PELAJAR... halah!!!

bulb-mode said...

fitri:
HUAHAHAHAHAHAHAHA...! Koq bisa...???

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...