Pages

Thursday, February 28, 2008

Tidakkah Kamu Lihat?

"Dasar bodoh."

Siapa yang bodoh?

"Dia."

Dia?

"Ya, dia yang tidak membantuku merawat hutan pinus itu."

Ah. Lagi-lagi hutan pinus.

"Jangan seperti itu. Aku hanya tak mengerti."

Apa yang tidak kamu mengerti?

"Aku tak mengerti kenapa dia tidak membantuku merawatnya."

Mungkin dia tidak tahu kalau dia harus ikut membantu merawatnya.

"Hm..."

Atau bahkan dia tidak tahu hutan pinus itu harus dirawat.

"Tapi hutan pinus itu mulai layu. Tidakkah dia melihatnya?"

Mungkin dia tidak menyangka hutan itu ternyata amat penting bagimu.

"Bagaimana mungkin? Bukankah sudah kukirimkan berlembar-lembar surat padanya tentang hutan pinus itu?"

Surat? Surat-surat yang tersirat, maksudmu?

"Aku pikir, dia harus mulai belajar membaca."

Kalau tidak?

"Kalau tidak, hutan pinus itu akan segera layu."

Dia tak mungkin mulai belajar membaca.

"Dari mana kamu tahu?"

Aku bisa menebaknya. Karena dia tidak sadar kalau banyak yang seharusnya dia baca.

"Lalu, aku harus menyuruhnya? Begitu?"

Jangan.

"Kenapa jangan?"

Mungkin saja hutan pinusmu itu tidak penting baginya.

"Ah. Mungkin juga. Lantas?"

Biarkan saja hutan pinus itu layu. Kamu masih bisa menanam hutan pinus baru di tanah lain, bukan?

"Iya, aku bisa menanamnya di tempat lain. Sepertinya semua akan lebih baik ketika hutan itu telah layu."

Baguslah. Sepertinya memang begitu.

"Tapi, ada sesuatu yang tidak semudah itu."

Apa itu, kalau boleh tahu?

"Aku belum siap melihat hutan pinus itu layu, perlahan-lahan. Itu, menyakitkanku."

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...