Pages

Saturday, February 2, 2008

Kala Malam Tiada Berbintang...


Aku tak tahu apa yang akan membuatmu betah di kota itu nantinya. Aku hanya tahu apa yang mungkin bisa membuatmu rindu pada kota ini.

Mungkin kesibukan akan menyita seluruh kebosananmu, hingga otakmu tak lagi memiliki ruang kosong. Tak mampu lagi bahkan untuk mengingat hal-hal yang telah membuatmu hidup selama ini.

Yah... kesibukanmu bisa menjadi alat bantu pernafasanmu. Kamu tetap akan hidup. Bertahan hidup.

Dan uang akan menjadi ganti rugi dari terampasnya apa hal yang penting dalam hidupmu. Segala kesuksesan normatif itu akan menjadi ganti rugi atas waktumu. Mungkin saja kamu akan menyukainya, bukan?

Lalu kamu akan terhanyut. Mengalir bersama deru kota, diterangi lampu-lampu merkuri pengganti cahaya bulan. Ah, malam yang terlalu terang.

Waktu berlalu dan kamu tiba di persimpangan. Sedikit terlalu lama.

Kamu pulang, katamu. Pulang ke kota tua ini. Tapi kamu tak yakin. Kota ini telah berubah. Semua telah berubah. Mereka yang kamu harapkan ada di sana, tak ada lagi. Mereka menghilang, lebur dengan perubahan kota ini.

Atau cara pandangmu yang berubah? Sudah kubilang, kota itu bisa mengubah siapa pun menjadi seperti yang dia mau.

Perubahan itu tak salah. Namun kadang perubahan itu menghilangkan dirimu. Tapi, apa kamu juga bisa yakin, dirimu yang sekarang adalah memang dirimu?

Harapanmu hanya akan membuatmu makin tak yakin keputusan untuk pulang adalah hal yang benar. Terdiam tak akan membantu. Sementara kota ini dan kota itu terus berputar. Arahnya berlawanan.

Kamu pun tak lagi mengenali kota ini. Kota yang pernah kita sayangi hingga berlebih.

Lalu apa yang akan kamu lakukan? Tetap merengkuhnya dengan kedua tanganmu? Mencoba mengenalinya kembali, perlahan-lahan? Merajut kembali bagian-bagian yang robek? Dan menyambung semua yang terputus?

Sepertinya itu bukan hal yang mudah. Mungkin kamu justru akan mengalah, dan kembali ke kota itu. Walau kamu tidak menyukainya, paling tidak kamu lebih mengenalnya, bukan?

Ya, walau berat membayangkannya, kamu akan kembali ke sana.

Kali ini untuk pulang.

Ah. Kota ini pun kamu tinggalkan. Kota yang akhirnya memang hanya akan menjadi kenangan. Semua pasti berlalu, dan hanya kenangan yang tersisa.

Tapi aku ingin tetap di kota tua ini, walau tersisa. Semoga kamu masih bisa menemukanku di sini saat persimpangan itu muncul. Semoga saja waktu itu tidak terlalu lama.

Dan mungkin, saat itu ladang bintang-bintangku tak akan segelap semalam.

Hanya kata mungkin yang dapat aku janjikan.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...