Iya. Aku pernah mengambil kursus jahit selama enam bulan, demi mendukung proyek berjualan bajuku. :) By the way, aku mengikutinya atas keinginanku sendiri.
Harus kuakui, aku senang dengan proses kursus itu. Ya gurunya, ya teman-temannya, ya ilmunya, ya tugas-tugasnya. Buktinya, selama enam bulan dengan jadwal kursus tiga kali seminggu, aku sukses mengikutinya tanpa banyak membolos. Cuma satu-dua kali yang itu pun seingatku pasti karena sesuatu yang penting.
Seperti, belum bisa pulang dari jalan-jalan.
Banyak sekali yang aku dapatkan dari kursusku itu, yang membuatku lebih mantap dalam membuat baju. Aku mendapat pengetahuan tentang cara mengukur, menggambar dasar, membuat pola, menjahit, dan memberi asesoris. Dan pelajaran apa yang paling aku suka?
Bukan. Bukan mengukur, walaupun itu memang yang paling mudah.
Aku paling suka membuat pola dan mengubah-ubah pola hingga sesuai dengan model yang aku inginkan. Meski pola-pola buatanku beberapa kali dipuji oleh guruku, tapi kalau untuk urusan menjahitnya sendiri, aku termasuk murid yang lambat.
Sangat lambat.
Justru karena lambatnya itu, dari - sebentar aku hitung dulu: blus, jarik, kemeja, gaun, rok, bustier, kebaya, jas, dan celana - ya, sembilan baju yang harus aku buat dalam enam bulan masa kursus, yang berhasil selesai hanya tiga!
Empat, kalau celana mirip Jojon yang kubuat untuk Arya itu dihitung.
Aku memang tidak terlalu peduli dengan nilainya, atau sertifikat kelulusannya. Tujuanku mengikuti kursus itu memang untuk mendapatkan dasar menjahit dan pola, yang nantinya rencananya akan aku kembangkan sendiri seiring dengan seringnya aku berurusan dengan jahit-menjahit.
Secara, di luar kursus, pelajaran yang kudapatkan langsung bisa dipraktekkan untuk di butik ibuku. Yap. Setiap tamu butik yang datang, aku yang melayani. Dari mengukur, membuat pola, hingga menggunting kain. Lalu urusan jahit-menjahit, aku serahkan pada penjahitku.
Bila yang diinginkan gaun, maka aku akan membantu mendesainkan untuknya.
Hasil jadinya sudah luar biasa banyak, tapi kebanyakan untuk pesanan. Terakhir, aku lebih sering membuat baju untuk stok label terbaru yang belum juga diluncurkan secara resmi. Sebelum kemudian aku diminta membantu mengelola kantor, dan menghabiskan delapan jamku di dalam ruangan.
Tak pernah kukira sebelumnya, aku bakal sangat merindukan mencari-cari kain, mencari-cari inspirasi desain, membuat pola dan mengguntingnya, menyaksikan proses pembuatannya, hingga menerima hasil jadinya. Yang paling aku suka adalah melihatnya semakin keren ketika dikenakan orang.
Aku kangen membuat baju. Ingin sekali membuat baju lagi!
"Ya sudah, dibuat saja untuk stok. Nggak perlu ngejar target seperti sebelumnya, satu per satu saja, jadi nggak bosen," ujar Arya mendukungku.
Duh, Sayang, kamu benar-benar mengenalku. :p I will, Honey. I will! *semangat*
Harus kuakui, aku senang dengan proses kursus itu. Ya gurunya, ya teman-temannya, ya ilmunya, ya tugas-tugasnya. Buktinya, selama enam bulan dengan jadwal kursus tiga kali seminggu, aku sukses mengikutinya tanpa banyak membolos. Cuma satu-dua kali yang itu pun seingatku pasti karena sesuatu yang penting.
Seperti, belum bisa pulang dari jalan-jalan.
Banyak sekali yang aku dapatkan dari kursusku itu, yang membuatku lebih mantap dalam membuat baju. Aku mendapat pengetahuan tentang cara mengukur, menggambar dasar, membuat pola, menjahit, dan memberi asesoris. Dan pelajaran apa yang paling aku suka?
Bukan. Bukan mengukur, walaupun itu memang yang paling mudah.
Aku paling suka membuat pola dan mengubah-ubah pola hingga sesuai dengan model yang aku inginkan. Meski pola-pola buatanku beberapa kali dipuji oleh guruku, tapi kalau untuk urusan menjahitnya sendiri, aku termasuk murid yang lambat.
Sangat lambat.
Justru karena lambatnya itu, dari - sebentar aku hitung dulu: blus, jarik, kemeja, gaun, rok, bustier, kebaya, jas, dan celana - ya, sembilan baju yang harus aku buat dalam enam bulan masa kursus, yang berhasil selesai hanya tiga!
Empat, kalau celana mirip Jojon yang kubuat untuk Arya itu dihitung.
Aku memang tidak terlalu peduli dengan nilainya, atau sertifikat kelulusannya. Tujuanku mengikuti kursus itu memang untuk mendapatkan dasar menjahit dan pola, yang nantinya rencananya akan aku kembangkan sendiri seiring dengan seringnya aku berurusan dengan jahit-menjahit.
Secara, di luar kursus, pelajaran yang kudapatkan langsung bisa dipraktekkan untuk di butik ibuku. Yap. Setiap tamu butik yang datang, aku yang melayani. Dari mengukur, membuat pola, hingga menggunting kain. Lalu urusan jahit-menjahit, aku serahkan pada penjahitku.
Bila yang diinginkan gaun, maka aku akan membantu mendesainkan untuknya.
Hasil jadinya sudah luar biasa banyak, tapi kebanyakan untuk pesanan. Terakhir, aku lebih sering membuat baju untuk stok label terbaru yang belum juga diluncurkan secara resmi. Sebelum kemudian aku diminta membantu mengelola kantor, dan menghabiskan delapan jamku di dalam ruangan.
Tak pernah kukira sebelumnya, aku bakal sangat merindukan mencari-cari kain, mencari-cari inspirasi desain, membuat pola dan mengguntingnya, menyaksikan proses pembuatannya, hingga menerima hasil jadinya. Yang paling aku suka adalah melihatnya semakin keren ketika dikenakan orang.
Aku kangen membuat baju. Ingin sekali membuat baju lagi!
"Ya sudah, dibuat saja untuk stok. Nggak perlu ngejar target seperti sebelumnya, satu per satu saja, jadi nggak bosen," ujar Arya mendukungku.
Duh, Sayang, kamu benar-benar mengenalku. :p I will, Honey. I will! *semangat*
PS: Eh, tapi kan aku juga ingin lebih banyak membaca, tetap menulis, sambil menyempatkan diri menonton serial-serial favoritku, dan mengobrol bersama teman-temanku. Oh ya, juga menikmati hari Minggu yang malas, dan sore hari yang santai sambil bercengkerama mengelilingi meja makan bersama keluarga. Terus, bagaimana dong waktunya? :(
4 comments:
kamu bisa memulainya lagi dengan rancangan 2 baju untuk bulan Maret-ku.. :D
Mana foto kain yang katanya mau kamu kirim? Pasti kamu cuma ngaku-ngaku bisa pakai blutut kan? :p Hihihi!
Buat baju itu susah ya kayaknya.. motong kainnya harus banyak trik. Dulu nenekku penjahit jadi suka merhatiin. Aku juga bisa jahit, pernah bikin bedcover homemade segala (gaya banget). sayangnya gak punya mesin jahit jadi aku jahitnya pakai tangan.
Ibuku buka butik, Mbak. Jadi dari kecil udah terbiasa ngeliat. Tapi tetep aja, begitu terjun langsung, ya kesulitan. Tapi sulitnya itu kalo untuk aku, justru di bagian jahit. Kalo lainnya, nggak terlalu koq... :)
Tapi ya sulit banget kalo jahitnya pake tangan... :-S Beli mesin aja, Mbak...
Post a Comment