Pages

Tuesday, October 23, 2007

Sragen, Seperti Biasa

Masih seputar Lebaran, mudik juga menjadi tradisi Lebaran di keluargaku. Untungnya tidak ada tekanan pertanyaan-pertanyaan klasik a la mudik di keluarga besarku yang cenderung cuek. Sampai saat ini. Sebenarnya memang ada pertanyaan-pertanyaan khas twenty-something itu (meminjam kata-kata Mbak Ina), tapi tak aku hiraukan. Mungkin akunya yang terlampau cuek.

Kembali ke topik mudik, tak ada yang terlalu istimewa di acara mudik Lebaran kemarin. Seperti biasa, di Lebaran (Pemerintah) hari pertama, kami sekeluarga berangkat mengunjungi eyang di Sragen untuk menginap semalam di sana. Dan seperti biasa, setelah melakukan ritual sungkem, tak ada lagi kegiatan yang dapat kami lakukan di rumah. Semua sibuk dengan dirinya sendiri dan mencari cara mengurangi panasnya hawa siang itu. Saudara-saudaraku pun memutuskan untuk tidur di ruang tamu yang berjendela besar, walau tak ada angin yang berhembus.

Hebat.

Aku pun memutuskan untuk menghabiskan waktuku dengan berputar-putar di sekitar Sragen. Tidur sehabis makan hanya akan menambah rasa bersalahku karena tak melakukan manajemen perut yang baik.

Sragen sejarahnya merupakan daerah kekuasaan Pangeran Sukowati, yang nantinya akan menjadi Sultan Hamengku Buwono I di Kasultanan Ngayogyokarto. Ini aku baru tahu.

Walau terletak di jalur utama Solo-Surabaya, Sragen rupanya masih merupakan kota kecil, baik secara fisik maupun suasana. Sebagian besar toko di kota ini tutup di hari lebaran. Bahkan di hari kerja biasa pun toko-toko ini masih menerapkan jam istirahat siang, yang berarti toko tutup di siang hari dan baru buka kembali di sore hari. Seperti Tip Top, mungkin?

Hari itu, setahuku toko yang buka hanyalah satu toko kelontong, satu toserba yang hanya menjual peralatan fashion, serta beberapa toko roti dan toko elektronik. Tapi ternyata lumayan banyak juga warung-warung makan yang buka. Ini berbeda dengan kunjunganku setahun yang lalu.

Berbicara mengenai makanan, hingga saat ini aku belum menemukan makanan khas Sragen. Atau bila bertanya mengenai tempat kuliner yang menarik dan laris di Sragen, aku hanya bisa menjawab Soto Girin. Dan Soto Gino, saudaranya. Antrian pembelinya memang panjang. Deretan mobil berplat bukan AD tampak di sisi-sisi jalan di depan warungnya. Sebenarnya rasa soto ini tak istimewa. Hanya saja, ayahku selalu mengungkit soto bersaudara ini setiap kami berkunjung ke Sragen. Mungkin Soto Girin dan Gino lebih menjual 'memori', dan bukannya rasa.

Dengan hanya satu ruas jalan besar yang habis dilalui dalam waktu kurang dari 15 menit dari ujung kota ke ujung lainnya, Sragen tak bisa terlalu banyak dieksplorasi. Suasana siang itu juga lengang. Seperti di rumah Eyang, mungkin semua orang juga sedang berhibernasi di rumahnya masing-masing.

Kota yang terlalu sepi itu membuatku mengarahkan kendaraan sedikit keluar kota Sragen. Tanpa persiapan kamera. Setelah tahun-tahun sebelumnya aku selalu melewati rute-rute yang sama ke arah Gunung Lawu, kali ini aku mencoba rute yang berbeda. Rute yang berujung pada hutan karet.

Aku baru tahu di dekat Sragen terdapat hutan karet, namun aku tak akan banyak membicarakan tentang keindahannya. Menyusuri jalanan beraspal halus di antara hutan karet, deretan rapi pohon-pohonnya dan kerindangannya memang berhasil menarik seluruh perhatianku. Dan aku berharap bisa kembali ke sana DENGAN kamera. Huff!

Sebenarnya bisa juga aku mengunjungi Sangiran, tempat ditemukannya fosil manusia dan binatang purba. Tapi sepertinya itu membutuhkan sedikit persiapan. Paling tidak pakaian yang tak hanya sekedar celana pendek dan kaus tidur, serta kamera.

"Aku pikir tadi rencananya kita cuma bakal keliling kota," sahut adikku yang sempat tertidur di mobil.

Iya, aku pikir juga begitu. Tapi, lumayan juga kan bisa menemukan hutan karet di sekitar Sragen?


* Walaupun kecil, hebatnya Kabupaten Sragen memiliki pelayanan publik yang amat baik. Bahkan, bersama Kabupaten Jembrana di Provinsi Bali, menjadi best practice dalam pelayanan publik.

2 comments:

temukonco said...

wah, tepatnya berlokasi di mana nih? Sama Desa Gemolong deket endak? Kalo sama desa Nguter? Eh Nguter udah masuk ke Sukoharjo ding ya...

bulb-mode said...

Iwan:
Ringinanom... daerahnya namanya Ringinanom, kalo nggak salah... :D

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...