Aku lagi suka teater.
Lagi. Suka.
Ini berarti bisa saja tahun depan, bulan depan, atau bahkan besok, aku sudah tak lagi menyukainya. Bukan membencinya, namun hanya tak menyukainya lagi. Perasaan yang kembali netral.
Banyak hal di sebuah pertunjukan teater yang berhasil membuatku tertarik. Teka-tekinya. Hiburannya. Dialog dan kalimat-kalimat monolognya. Karakternya. Tata panggungnya. Humornya. Hingga kehidupan di balik panggung teater.
Selain cerita menarik yang diangkat, yang telah dilatih selama berbulan-bulan, teater mempunyai misterinya sendiri. Terutama untukku. Seperti proses latihan dan kehidupan aktornya.
Aku ingat, keinginanku menonton teater muncul pertama kali karena aku tertarik pada sebuah naskah yang akan dimainkan. Membacanya, di sela-sela nikmatnya menyantap Nasi Merah Jirak di Gunung Kidul, membuatku sedikit mengerti bahwa teater bukanlah seni yang eksklusif. Teater dapat dinikmati oleh orang awam sekalipun. Seperti aku, contohnya.
Menonton teater hanya membutuhkan sedikit keberanian. Maklum, saat itu aku belum pernah menonton teater. Kecuali pentas-pentas kecil di panggung 17-an dan panggung sekolah. Dan tak pernah ada yang mengajakku menonton teater sebelumnya. Inisiatif menonton teater pun harus keluar dari aku sendiri.
Seperti yang kutulis tadi, untukku, menonton teater butuh sedikit keberanian. Aku harus berani mengambil resiko untuk tak mengerti. Duduk menonton suatu pementasan teater tanpa mengerti kenapa aku harus berada di sana. Dan aku juga harus berani untuk mengambil resiko tertidur di saat menonton pementasan bila aku tak mengerti dan mengalami kebosanan.
Bukan karena pementasannya jelek. Namun mutlak hanya karena aku belum bisa menikmatinya. Sama seperti ketika aku mendengarkan nyanyian seriosa atau menonton wayang yang dipentaskan dalam bahasa super-kromo-inggil. Aku tak dapat memahaminya.
Tapi, ternyata aku dapat menikmatinya. Paling tidak sejauh ini - tiga kali menonton teater - aku tak bermasalah dengan kebosanan saat menontonnya. Bahkan teater yang - menurut beberapa teman senimanku - kurang begitu bagus, aku bilang bagus-bagus saja. Mungkin karena aku belum bisa membandingkannya. Yah, bagaimanapun juga, bagus dan jelek adalah penilaian yang subyektif, bukan?
Menonton pementasan teater, bagiku, seharusnya tak sekedar menonton saja. Namun juga mendengarkan, dan mencoba meresapi suasananya. Walau aku belum mengerti seni dan memang masih berada di permukaan, aku mencoba menikmati seni teater ini lebih dalam dari hanya di permukaan. Lebih dalam dari hanya sekedar menonton hiburan. Dan aku sedang belajar.
Mungkin ada yang menemaniku? :)
No comments:
Post a Comment