Pages

Monday, October 4, 2010

Manusia Pixel

Aku tercengang melihatnya bisa menembus tembok bata di depanku. Begitu mudah. Begitu ringan. Lalu pria di sebelahnya menatapku, dan menarik tanganku.

Ia mengajakku untuk ikut menembus tembok.

Tanpa sempat berpikir, aku menembus tembok bata itu - seperti hantu - dan muncul di sisi lainnya. Tak terasa apapun. Kami muncul di sebuah saluran air dengan kedalaman setinggi bahuku, dan air yang tidak membuatku basah.


Tak ada bau. Airnya jernih. Temboknya bersih. Lampu-lampu yang menerangi saluran ini seperti lampu dop 5 watt.

Pria di depanku berenang mengikuti arus air yang pelan. Aku ikut berenang di belakangnya, tapi bukan karena tarikan pria yang menarikku tadi. Ia sudah melepaskan tanganku. Aku takut ditinggal di saluran air dengan cahaya remang-remang oranye seperti ini.

"Selamat datang di dunia game," kudengar suara di dalam kepalaku.

Pria yang menarikku tadi melihatku sambil tersenyum. Mereka berbicara tanpa mengeluarkan suara, tanpa membuka mulutnya.

Mereka tak seperti manusia. Tubuh mereka terbuat dari pixel. Begitu pula tanganku setelah menembus tembok tadi. Aku berubah menjadi manusia pixel.

Pantas saja airnya tidak membuatku basah. Air pun terbuat dari pixel.

Kami berenang. Saluran berakhir di sebuah ruangan gelap. Aku mengikuti mereka memasuki ruangan itu. Hanya ada satu pendar cahaya neon.

Seperti cahaya dari emergency lamp ketika listrik rumah mati di malam hari.

Suasananya benar-benar tak nyaman. Pengap. Sepi. Gelap. Aku ingin kembali ke duniaku. Di mana pintunya?

"Duniamu akan hancur sebentar lagi. Dan di sinilah semua akan berakhir, di dunia ini. Tak ada gunanya kamu pulang."

Lagi-lagi mereka berbicara padaku. Aku merinding. Aku tidak takut pada mereka. Aku hanya takut tak dapat kembali ke duniaku - tak peduli duniaku akan hancur atau tidak. Semua yang ku sayangi ada di sana.

Mereka membimbingku masuk semakin dalam ke ruangan itu. Tampak beberapa meja berjajar, dengan orang-orang bekerja di balik setiap meja. Semuanya dalam bentuk pixel.

Mereka mengarahkanku ke sebuah meja jahit kosong.

"Bukankah karena itu lebih baik kamu mempersiapkan semuanya dari sekarang?"

Hah. Mereka ingin aku menjahit?

-o0o-

Mimpiku semalam kelam sekali. Lambat. Dan mengerikan. Aku hampir tak dapat membedakan mana yang nyata, dan mana yang mimpi. Membuatku beberapa kali terjaga di tengah malam akibat 'aku' di dalam mimpi terus-menerus memberitahuku bahwa semua hanya mimpi, dan ia terus-menerus berusaha membangunkanku.

Lalu mesin jahit itu? Mereka seakan memintaku menjahit 500 celana panjang. Hah! Ini pasti karena aku menonton FTV hidayah tentang penjahit serakah beberapa malam yang lalu... :(

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...