Sebuah surat datang, mengaduk-aduk perasaanku pagi ini. Memunculkan semua perasaan dan kenangan dari masa lalu tentangnya, tentangmu.
-o0o-
{2004}
"Hati-hati denganku, Ndie..." ujarmu di suatu malam. "Karena aku mulai menyukaimu."
Aku terhenyak. Aku tidak bisa begitu saja menghilangkan dirimu dari duniaku, seperti yang kulakukan pada orang-orang yang semudah itu bilang suka.
Seharusnya kamu tidak menyukaiku. Karena kamu sahabatku. One of the best, bahkan.
-o0o-
{2004}
"Hati-hati denganku, Ndie..." ujarmu di suatu malam. "Karena aku mulai menyukaimu."
Aku terhenyak. Aku tidak bisa begitu saja menghilangkan dirimu dari duniaku, seperti yang kulakukan pada orang-orang yang semudah itu bilang suka.
Seharusnya kamu tidak menyukaiku. Karena kamu sahabatku. One of the best, bahkan.
-o0o-
Aku mengenalmu sekitar delapan tahun yang lalu, di suatu sore yang cerah dan terburu-buru.
Yup, aku masih ingat bagaimana awal perkenalan kita. Kamu menyarankanku membeli sekotak Dunkin dengan alasan untuk bekal sahabatmu (dan kamu) ke Jakarta. Oh, ya... saat itu aku tahu kamu memanfaatkan perasaanku pada sahabatmu.
Haha. Tapi tak kupedulikan. Kuanggap, justru aku yang memanfaatkanmu untuk mendekat padanya, bukan?
Lalu semuanya mencair.
Betapa aku bersyukur bertemu denganmu di masa-masa itu, ketika sahabatmu sering membuat duniaku terbolak-balik dalam hitungan detik. Dan kamu selalu ada untuk membantuku berdiri.
Sebenarnya aku menghindari sahabat-sahabatnya. Aku tak ingin perasaanku melibatkan terlalu banyak orang, mengganggu segala yang tampak baik-baik saja itu.
Tapi, kamu berbeda.
Dan semuanya makin mencair. Kamu di mataku, tak lagi sebatas sahabatnya. Aku menganggapmu sahabatku.
Perjalanan jauh yang tak kamu sukai, kesukaan kita yang bertolak-belakang, perdebatan keras kepala yang berakhir dengan kekesalan, nasi padang di Cangkringan, jus santan di daerah Timoho, mantan-mantanmu yang berjejer, hingga mawar yang membuatku tak mampu berkata-kata.
Kamu, kamu, dan kamu berlarian di duniaku saat itu. Tapi aku tidak mengatakannya. Aku tidak ingin kehilanganmu, tapi aku tidak ingin menjadi dirinya yang membutuhkan seseorang tanpa mempedulikan perasaan mereka.
"I'm a big boy... I can take care of my feelings..." ujarmu. "Jadi jangan takut nyakitin aku..."
Tapi tetap tidak mungkin aku bisa melihatmu terluka, bukan? Apalagi karena aku. So, I kept your memories in one of the best part that I have my world. And let you go...
Kita menjauh. Kata-katamu di malam itu membuatku merasa harus memberi jarak. Aku tak ingin melukaimu, karena aku tahu aku masih belum bisa melepaskan masa laluku.
-o0o-
Waktu dan ruang yang kemudian memberi jarak pada kita. Dan kita bertemu lagi dalam keadaan yang berbeda. Aku bersyukur persahabatan kita berhasil bertahan. Dan saat itu, kita kembali hanya menjadi sahabat, tanpa perasaan-perasaan yang bisa saling melukai.
Kita menertawakan masa lalu, dan membahas perasaan-perasaan 'ilfil mendadak' kita.
"Kamu keras kepala, aku keras kepala, kita bisa berantem terus kalau jadi pasangan," ujarmu menertawakan kita, seakan-akan menemukan formula kenapa kita tidak pernah menjadi pasangan.
Haha. Benar juga.
Kulihat pilihan perempuan-perempuanmu pun kemudian mengarah pada mereka yang 180 derajat dariku. Hihi. Selalu berganti setiap kali kita bertemu.
Bulan demi bulan, tahun demi tahun. Saling curhat, saling ejek, saling debat.
-o0o-
{2011}
Air mataku meleleh melihatmu berada di pelaminan. Bukan, aku bukan menyesal kamu menikah. Aku terharu berat.
Ternyata kita sudah sampai di sini, ya?
Tiba-tiba saja flashback semua perjalanan kita berputar di kepalaku, persis seperti di film. Dan lagu itu, lagu yang sangat membekas dari masa lalu, dinyanyikan oleh band di panggung.
Bagaimana mungkin aku bisa menahan air mataku?
Aku tidak sempat berbicara banyak padamu meski aku sudah menghabiskan berpiring-piring makanan. Aku pulang tanpa pamit, kulihat kamu sedang sibuk mendapat ucapan selamat.
Malam itu, kukirimkan pesan singkat padamu. Sekedar berusaha bertahan agak lama di dunia masa laluku, merasakan sensasi dari masa lalu. Sebelum garis tebal itu semakin jelas terlihat.
Kamu membalasnya. Kita bertukar pesan singkat beberapa saat, tersenyum, bercerita.
"Kalau aku pengen yang sesuai pengenku, ya nggak jadi-jadi dong, nungguin kamu bilang ya..." ujarmu, entah becanda atau serius.
Lalu sebuah happy smile muncul.
-o0o-
Ah. Kamu istimewa. Akan selalu seperti itu.
Sekarang garis-garis tebal itu telah ada. Jelas dan tidak mungkin dipermainkan. Masih bisakah persahabatan kita bertahan?
PS: Ternyata aku nggak punya fotomu. Haha.
* Foto diambil dari sini.
Sekarang garis-garis tebal itu telah ada. Jelas dan tidak mungkin dipermainkan. Masih bisakah persahabatan kita bertahan?
PS: Ternyata aku nggak punya fotomu. Haha.
* Foto diambil dari sini.
No comments:
Post a Comment