Entah karena hobiku menulis atau apa, aku memiliki hobi lanjutan yaitu membeli notes dan menyimpan kertas-kertas kosong. Setiap memulai sebuah kegiatan baru, aku selalu membeli notes untuk mencatat hari-hari baruku, tapi kemudian tidak menggunakannya karena bingung dan eman.
Begitu pula kertas. Niat awalnya sih untuk ikut menghemat pohon di dunia jadi berusaha memanfaatkan kertas yang salah satu sisinya masih kosong untuk membuat draft tulisan atau gambar-gambar. Tapi siapa nyana... akhirnya kertas-kertas itu malah justru menumpuk di berbagai sudut kamarku.
Begitu pula kertas. Niat awalnya sih untuk ikut menghemat pohon di dunia jadi berusaha memanfaatkan kertas yang salah satu sisinya masih kosong untuk membuat draft tulisan atau gambar-gambar. Tapi siapa nyana... akhirnya kertas-kertas itu malah justru menumpuk di berbagai sudut kamarku.
Sementara, notes-notes yang telah terisi - baik masih sebagian atau sudah penuh - juga tersimpan di laci-laci dan rak bukuku. Rapi sih, tapi tetap saja memenuhi ruang.
Aku tidak membuang kertaas-kertas maupun notes-notes (sebagian besar) karena aku tidak rela melepaskan memori yang terangkum di dalam notes-notes itu. Catatan-catatan kecil yang bila dibaca setelah sekian tahun terasa lucu, atau bahkan bodoh dan emosional.
Tapi, begitu proyek ini digulirkan, aku mulai berpikir: untuk apa?
Untuk apa aku menyimpan kertas-kertas fotokopi dari kursus bahasa Perancisku? Toh kemungkinanku untuk kembali belajar bahasa Perancis sangat kecil. Begitu pula bahasa Jerman. Dan bahasa Jepang.
Untuk apa aku menyimpan kertas-kertas fotokopi dan print yang entah kapan baru akan aku gunakan lagi? Toh aku tidak menulis atau menggambar sebanyak itu.
Untuk apa aku menyimpan notes-notesku yang telah terisi dan kenangan-kenangan itu? Toh aku telah menyerap semuanya dan sebagian yang penting akan terus terbawa dalam diriku meski tidak lagi tertulis.
Aku hanya menyimpan notes-notesku masih kosong dan unik. Notes-notes yang mempunyai kesan tersendiri.
Seluruh kertas, notes, foto, dan memorabilia kertas lainnya yang sudah masuk ke dalam clutter box, aku bakar. Sementara notes-notes yang masih kosong tapi tak berkesan apa pun, aku taruh di ruang tengah untuk dibagi-bagikan ke seluruh penjuru rumah.
Ibuku pasti butuh untuk mencatat apa pun, di dekat telepon rumah pasti butuh untuk mencatat pesan, pembantuku pasti butuh untuk mencatat lirik-lirik lagu favoritnya, dan penjahitku pasti juga butuh untuk jurnal jahitnya.
Senang juga melihat rak dan laci mulai kosong. Dan aku mulai berpikir untuk mengurangi anggaran pembelian notes-notesku. :)
"Alhamdulillah..." ucap beberapa orang, mendengar rencanaku itu.
* Foto diambil dari sini.
No comments:
Post a Comment