Pages

Thursday, November 18, 2010

Rumah Kemuning, Rumah Kenangan: Anyone?

Sejak beberapa bulan yang lalu, aku ditugasi Mama untuk menjual salah satu rumah kenangan kami. Bukan karena apa-apa, hanya karena ingin mencari rumah yang lebih kecil dan berada di dalam perumahan.

Rumah itu terletak di Perumahan Dosen yang didirikan kira-kira satu tahun sebelum aku lahir. Dulu, sebelum tahun 1980, daerah itu merupakan hutan dan semak-semak - yang oleh orang Jawa disebut alas. Lalu kemudian lahan itu dibuka untuk didirikan perumahan khusus dosen UGM. Papa berhasil membeli satu.

Sebuah rumah bernomor 408, di Jl. Kemuning I, Condong Catur.


Di sana, aku, Mas Ian, dan Dik Za mengalami masa kecil yang sangat menyenangkan. Depan rumah kami ada sebuah lapangan yang (untuk ukuran tubuhku waktu itu) sangat besar. Seringkali, di malam-malam berbulan purnama, tetangga-tetangga berkumpul di lapangan sekedar menikmati jagung bakar. Anak-anaknya tentu saja berlarian kian-kemari.

Beruntung, karena usia rata-rata penghuni perumahan itu sebaya, aku pun mempunyai banyak teman sebaya. Mbak Rina, Mas Nanu, Dik Handit, Mbak Nawang dan Dik Ria, Mbak Yuni, dan sebagainya. Tapi 'gang'-nya terpecah. Anak-anak besar, yaitu Mbak Rina, Mbak Nawang, dan Mbak Yuni. Dan anak-anak kecil, yaitu aku, kakakku, Mas Nanu, dan Dik Handit. Sisanya semacam social butterfly. Haha.

Di rumah itu, aku pertama kali membaca buku favoritku, pertama kali mengikuti film seri Gogle Five dan Gaban, mengaji bersama Pak Sarwiji yang mengendarai sepeda jauh-jauh dari Bantul, berlangganan Bobo dan Donal Bebek yang harganya masih Rp 750,- per eksemplar, dan bermain-main menipu tukang bakpao yang lewat di depan rumah.

Aku, Mas Ian, Mas Nanu, dan Dik Handit sering kali bersepeda. Satu kilometer serasa luar kota jauhnya. Sering juga, kami bermain bulu tangkis... di balkon rumah! Alhasil lampu balkon pecah terkena serbuan cock.

Mama membuka salon, pada masa itu. Pengunjungnya sering kehilangan sandal karena disembunyikan olehku dan Mas Ian. Aku juga pernah berfantasi memelihara kuda di garasi di bawah salon, tapi Mama justru memberiku tiga kucing kecil - yang baru tiga hari sudah kukembalikan ke pemiliknya karena suka buang air sembarangan.

Lalu setiap malam, sebelum tidur, Mama selalu menceritakan dongeng. Kadang membacanya dari buku, kadang mengarangnya langsung di tempat. Mama memang pendongeng yang luar biasa. Alih-alih jatuh tertidur, kami pun akan mendengarkan hingga cerita selesai, dan kemudian meminta satu cerita lagi.

Huff...rumah itu benar-benar rumah kenangan.

Kini, lebih dua puluh lima tahun kemudian, daerah Condong Catur berkembang sangat pesat. Sebuah jalan lingkar di bangun tepat di pinggir selatan perumahan dosen tersebut. Jaraknya dari rumahku itu hanya sekitar 100 m.

Lapangan di depan rumah Kemuning telah berubah menjadi sebuah pasar yang sangat ramai.

Rumah Kemuning memang bukan lagi sekedar rumah hunian. Sekarang, fungsinya harus diubah menjadi ruang usaha. Dan menurut keputusan keluarga, rumah itu akan dijual.

Rumah ini akan lebih cocok untuk mereka yang ingin membuka usaha dagang dengan 'pasar' yang sesuai Pasar Condong Catur. Kamar-kamarnya banyak dan cocok juga untuk disewakan. Kuberi contoh, rumah Kemuning cocok untuk usaha grosiran dan kos-kosan mahasiswa.

Ada yang berminat membuat kenangan baru di rumah itu? Kenangan berbasis bisnis, mungkin? Atau ada yang tahu agen properti yang bagus? ;)

Rumah Kemuning

* PS: Telepon lainnya: 0813 2877 3253.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...