Sudah beberapa bulan purnama berlalu... cieh! Purnamaaaa...
Okay, aku ulang tulisanku.
Sudah beberapa bulan ini aku tidak berolahraga. Benar-benar tidak meluangkan waktu untuk serius berolahraga. Jujur, aku sempat kangen pada ritual olahragaku dulu.
Dulu (sebelum peristiwa Karimunjawa), tiga hari dalam satu mingguku aku pakai untuk berolahraga. Waktu yang khusus dan sulit diganggu oleh jadwal-jadwal kegiatan lainnya. Aku terpaksa menolak datang ke pembukaan pameran seorang teman, terpaksa menolak ajakan makan malam, terpaksa menolak ajakan menonton pentas ini-itu, terpaksa menolak banyak hal. Dan kenapa?
Karena aku ikut aikido.
Awalnya sekedar olahraga untuk mengalihkan pikiranku yang sedang bermasalah. Tapi lalu berlanjut karena aku nyaman berlatih. Nyaman dengan sensei-nya, dojo-nya, teman-temannya, dan iurannya yang teramat murah. Serta, tak lupa, aku juga merasakan manfaatnya.
Aku bisa makan sebanyak-banyaknya tanpa takut menjadi gendut.
Saat itu, aku memang lagi suka-sukanya belajar aikido. Beladiri asal Jepang ini entah bagaimana bisa mengusik minatku dengan amat sangat dalam. Aku dari awalnya memang tertarik dengan 'bela diri tanpa banyak gerak' yang kerap dipraktekkan oleh Steven Seagal dalam flick-flick laganya. (Penempatan kata flick benar tidak, Mas Iwan?)
Sekilas mengenai aikido, beladiri ini berbeda dengan beladiri lainnya. Paling tidak, dari sudut pandangku. Aikido yang dikembangkan oleh Morihei Ueshiba merupakan beladiri yang benar-benar bela diri, defensif bukan ofensif. Lagi-lagi, ini dari sudut pandangku.
Intinya adalah menggunakan tenaga lawan untuk membela diri.
Lalu, kenapa aku bisa tertarik? Karena bukan kekuatan yang dibutuhkan di sini. Maksudku, kita tidak harus memiliki tenaga besar untuk bisa membela diri. Yah, sadar diri lah, aku tidak sekuat itu kan? Selain itu, juga tidak dibutuhkan ruang yang luas, aksi yang banyak, atau pun teriakan-teriakan mengagetkan.
Lagi pula aikido kesannya tenang, damai, dan 'menipu'. Bayangkan saja betapa bisa terperangahnya seorang pencopet di dalam bis bila berniat mencopet dompet, namun justru terpelanting di tangan mungil yang tampak tidak berdaya.
"Menurutmu aikido itu bagaimana? Maksudku, filosofinya?" tanya seorang teman mencoba membuka diskusi di suatu malam yang biasa.
Filosofi? Hihihi... aku sama sekali tidak mengerti mengenai filosofi aikido. Aku ikut aikido karena butuh olahraga, beladiri, dan sesuatu yang 'baru'.
Sebagai tambahan saja, aku pernah sedikit 'berkelana' di dunia beladiri. Mencoba taekwondo, capoera, dan Perguruan Langkah Seribu (jogging - red). Dan aku tidak berminat pada karate yang 'keras' atau pencak silat yang banyak bergerak.
Kembali ke topik. Ketika aku mendaftar sebagai peserta aikido, niatku memang besar. Walaupun bayangan untuk berhasil memakai hakama tidak pernah terlalu aku tanggapi. Yang penting bisa, begitu pikirku. Akhirnya, entah bagaimana, guruku menawariku untuk berlatih privat. Privat? Ya tentu aja aku mau! Walaupun syarat yang diberikan agak sulit: harus serius!
Aku bisa serius. Asalkan masalahnya krusial (aku lagi suka kata ini!). Tapi serius untuk hobi? Aku belum pernah memikirkannya. Tapi pasti ada saat untuk memulai bukan? Yang aku takutkan adalah sifatku yang cepat bosan.
Dan benar saja. Setengah tahun kemudian, aku bosan pada aikido. Selain karena aku satu-satunya peserta perempuan di dojo itu, dan terjadi okupasi ruang ganti sehingga aku harus berganti baju di mobil, aku bosan pada gerakannya. Karena, naik tingkat di aikido bukan berarti tambah jurus, namun memperhalus jurus dan melatih emosi.
Lantas, kenapa aku harus ikut ujian bila aku bisa 'memperhalus' jurus tanpa naik tingkat? Dan aku yakin, emosi bisa dilatih tanpa sabuk dengan warna yang berbeda. Pikiran yang akhirnya mempengaruhi aku untuk tidak mendaftar ujian kenaikan tingkat.
Yah. Aku mungkin saja bisa menjadi Si Sabuk Putih Berilmu Tinggi.
Tapi, pada intinya, aku memang bosan.
Dan kebetulan, aku mendapat hobby baru. Um... salah. Bukan hobby baru, tapi teman baru untuk hobby lama. Berenang. Kalau aikido memberikan warna-warna kebiruan di beberapa bagian tubuhku, berenang memberikan lapisan kehitaman yang kusam. Sayang sekali.
Tapi sekarang, aku ingin kembali. Siapa tahu satu-dua bulan lagi aku akan kembali memakai dogi-ku dan berlatih ke dojo. Lagipula, bokenku sudah terlalu lama menganggur.
8 comments:
Seingatku kamu ikutan aikido karna diajak alam ya Ndi....?!?!?!?
Hi Aikidokie...sore ini ambil dogie n boken-mu, sebelum malas mengeraK n sebelum kamu masuk dojo Janti harus bayar 150 ribu rupiah..mumpung Ayam Goreng Ny. Suharti masih laku:p
Ganbatte kudasai!
p.s.: kisahmu di dojo nggak sekalian km upload?:) kehadiranmu bikin dojo tambah berwarna....
thea:
Salah besar, The... awalnya aku emang tertarik duluan ma aikido, tapi nggak tau harus kemana... nah, Alam itu berada di waktu dan tempat yang tepat, pas waktu aku bercerita ttg keinginanku ikut aikido.. :D Aku inget banget, di lobby HI... :p
ronggolawe:
Kisah di dojo nggak perlu diceritain... hanya kita aja yang tau, Lam... hihihi! ;p
Masak sih Ndi??
dulu keliatannya si Alam sampe mekso-mekso kamu buat ikutan aikido dehhhhh
thea:
Yakiiin si Alam bisa maksa aku ikut sesuatu tanpa rasa tertarik dari aku dulu? :p
Yang ada si Alam emang maksa-maksa aku balik ke aikido setelah aku mundur teratur gara-gara g berani ukemi... :p Aku tau aikido juga dari TV dan searching di internet. Alam itu jalannya... ya g, Lam? :D
Kalian bicarain apa sih?:d...
Thea: kayaknya semua aku paksa waktu itu,termasuk Thea, dulu kan sistemnya MLM, kalau dapet downline bonusnya naik tingkat tanpa ujian...huehehehe...(Maap sensei Agus :p)
Indie: mending jangan pake mood deh latiannya...coba pikirkan kepentingan bisnis yang bisa kita dapet kalau nanti bisa bikin dojo sendiri...seperti yang pernah kita bicarain dulu...Huahahahaha...:D
alam....
Kalo di Jakarta latiannya di mana yaaa????
ronggolawe:
OMG... aku lupa mau buat dojo dengan tagline: "Pilih sendiri Sensei-mu..." ;p
Post a Comment