Pages

Saturday, January 14, 2012

Day 1: Jogja - Surabaya - Kupang

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Ruteku adalah Jogja-Surabaya dengan travel, lalu bertemu Dhira di Surabaya, Surabaya-Kupang dengan Batavia Air. Dan sampai di Kupang sekitar pukul 1 siang.

Semua lancar. Travel sampai di bandara pukul 5 pagi. Bertemu Dhira pukul 8 pagi. Tapi pesawat yang seharusnya berangkat pukul 9 pagi, delay hingga hampir pukul 12 siang. Kami pun menghabiskan siang di bandara dan sampai di Kupang, Nusa Tenggara Timur, menjelang pukul 3 sore. Pukul 3 sore WITA, loh ya...

Seperti rencana awal, kami tidak memiliki rencana apa pun di Kupang. Yang kami tau hanyalah, kami ingin liburan. Dan kami membawa alat snorkling untuk jaga-jaga. Kawan kami Enzo benar-benar memanjakan kami, hari itu kami langsung diajak snorkling. Tapi, tentulah, sebelumnya kami harus makan siang dulu.


Depot Selera


Daging Se'i Sapi

Karena di Kupang, maka aku jelas langsung meminta diajak ke tempat yang menjual makanan daging Se'i. Tapi aku meminta daging Se'i yang sapi. Kami lantas diajak ke Depot Selera di Jl. R. Suprapto No. 30, Kupang, NTT (0380-822036). Rumah makan ini sendiri buka dari pukul 11 siang hingga 5 sore.

Daging Se'i adalah makanan khas Kupang yang berbahan dasar daging babi atau sapi yang dipanggang. Namun sebelum dipanggang, rupanya daging yang masih segar ini darahnya harus dikeluarkan terlebih dahulu. Caranya, daging yang sudah dipotong-potong dimasukkan ke dalam semacam karung, dan digantung. Katanya sih butuh waktu hingga 5 jam hingga darah habis.

Setelah itu daging dipanggang di atas bara api (yang dibuat dari kayu Kusumbi), dan ditutup dengan daun Kusumbi juga. Pohon Kusumbi ini adalah pohon khas daerah Kupang, meski mungkin saja terdapat di daerah Nusa Tenggara Timur lainnya. Gambarnya seperti ini:

Nah, setelah daging matang, daging baru diolah seperti biasa. Seperti yang aku makan waktu itu, dagingnya ditumis dengan cabai dan ada dua pilihan: cincang halus dan cincang besar. Rasanya memang lezat: kering, gurih dan pedas. Harganya sekitar Rp 20.000 - Rp 26.000 per porsi (dengan daging yang tak terlalu banyak).


Teluk Kusumbi

Teluk rahasia Enzo

Setelah makan, Enzo mengajak kami ke rumahnya untuk berganti baju, dan langsung meluncur ke tempat snorkling. Dia bercerita bahwa dia mempunyai lokasi tepat untuk snorkling. Yang dia maksud dengan 'tepat' adalah sepi tanpa turis dan masih banyak kehidupan lautnya.

"Sebut saja namanya Pantai Kusumbi", ujarnya.

Ya karena tidak ada nama tepatnya, dia menyebutnya sebagai Pantai Kusumbi. Sekitar teluk ini memang dipenuhi oleh pohon kusumbi. Tapi aku lebih suka menyebutnya Teluk Kusumbi karena bentuknya melengkung dan penuh karang. Pasirnya sendiri juga tidak menyentuh laut, jadi tidak bisa juga dikatakan pantai.

Tempat ini benar-benar sepi. Hanya ada beberapa orang yang berfoto-foto atau bersantai di pasirnya. Laut terbentang luas, tanpa ada yang berenang di dalamnya. Dan airnya sangat bening. Tanpa banyak bicara, kami pun langsung memasang peralatan dan bermain air.

Sepinya laut bagian itu membuat aku, Dhira, dan Enzo bisa berpuas-puas snorkling. Air lautnya cukup tenang karena berada di antara dua pulau. Arusnya pun tidak terlalu kuat sehingga bisa dikatakan aman.

Tak terasa matahari telah terbenam. Kami pun pulang ke rumah Enzo untuk berganti baju dan bersiap mencari makan malam.


Kampung Solor

Penjual Seafood

Makan malam kami nikmati di Kampung Solor. Orang-orang menyebutnya juga sebagai Kampung Jawa. Daerah ini merupakan suatu jalan yang ditutup dan diubah menjadi semacam pasar malam pada malam hari. Berbagai gerobak makanan membuka dagangannya di sini, menawarkan beraneka menu.

Sayang sekali, apa yang mereka tawarkan di sini kebanyakan sama dan makanan Jawa. Ayam goreng, bebek goreng, lele goreng, lotek, nasi goreng, dan sebagainya. Kami pun akhirnya memilih tempat yang menjual seafood, karena yang paling beda.

Dan pilihan kami tidak mengecewakan. Kerang yang dipesan rasanya benar-benar berbeda dengan kebanyakan kerang yang aku jumpai di Jawa (bahkan Sumatera). Kerang di sini dagingnya terasa sangat lembut dan rasanya segar. Sama sekali tidak ada rasa amis atau bau tanah seperti kerang biasanya.

Karenanya, aku akan menyarankan siapapun yang berkunjung ke Kampung Solor untuk mencicipi kerang-kerang itu.

Kerang terlezat yang pernah kumakan

Beberapa hari kemudian, aku mendengar dari Ibu Pendeta bahwa rupanya Kampung Solor ini merupakan salah satu hasil dari studi banding ke Galabo di Solo. Katanya, ini dibuat untuk menambah tujuan wisata. Namun menurutku, untuk dapat menjadi tempat tujuan wisata, tempatnya belum teratur, makanannya kurang bervariasi, dan secara keseluruhan belum menunjukkan kekhasan Kupang sendiri.

-o0o-

Malam itu kami pulang ke rumah Enzo dengan kenyang, puas, dan tak sabar menunggu esok hari.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...