Pages

Tuesday, September 4, 2007

Menuju Pasar Gawok

Perjalanan menuju ke Solo dengan menggunakan Pramex rupanya tak semulus bayanganku. Setelah aku terlambat bangun hingga hampir satu jam, kereta yang berangkat jam 7 pagi berhasil kami kejar dengan motor trill (?). Pagi itu, walaupun aku tahu Doni akan menjemputku dengan motor, aku tak tahu bahwa motor yang dia maksud adalah motor trill (?). Motor yang tinggi dan 'berbahaya'. Tanpa spion.

Perjalanan yang seharusnya ditempuh selama satu jam, pagi itu memakan waktu 2,5 jam. Kami harus berganti kereta sampai 2 kali. Namun perjalanan yang lama itu cukup menjadi pengalaman tersendiri. Pagi itu, aku merasa amat bingung karena banyak hal menarik di dalam satu gerbong kereta.



Banyak sekali orang berbeda latar belakang yang berada di kereta-kereta itu. Mungkin itu biasa. Tapi yang tidak biasa adalah aku mendapat kesempatan untuk mengobrol, dan berkenalan dengan hidup mereka. Walau singkat.

Seorang bapak penjual sate yang mondar-mandir dari gerbong ke gerbong, berteriak menawarkan dagangannya. "Sarapan...sarapan...!" Tampak beberapa penumpang yang belum sempat menyantap sarapan membeli dari Bapak Penjual Sate tersebut. Tapi rupanya ia pemalu. Ia benar-benar tak ingin di foto saat Doni mengarahkan kamera ke dirinya.

Lalu ada sepasang bapak-ibu yang baru datang dari Jakarta membawa banyak barang bawaan. Dan salah satunya sebuah keranjang berisi ayam jago.

"Wingi wonten ingkang ditawar 4 juta, Mas," terang si Ibu pada Doni. "Ora oleh karo bapake. Eh, tekan Solo malah mati."

Aku tahu uang 4 juta bukan uang yang kecil buat mereka. Tapi walau begitu, si Ibu bercerita dengan diselingi tawa, menertawakan kebodohan mereka. Sementara si Bapak menanggapinya dengan guyonan. Hari masih pagi dan sepertinya keceriaan mereka menular pada sekelilingnya. Tampak penumpang di sekeliling Bapak dan Ibu tadi ikut tertawa.

Sementara itu, banyak pula orang-orang berpakaian rapi, tampaknya mereka sedang berangkat untuk bekerja di Solo. Kebanyakan dari mereka terdiam, sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri. Mungkin mereka bosan dengan perjalanan mereka, rutinitas mereka.

Kereta berhenti di Stasiun Delanggu. Di tempat ini aku bertemu dengan Elang dan eyang buyutnya. Berkenalan dan mengobrol bersama mereka, sambil menunggu kereta ke Solo. Elang yang berusia dua tahun dan eyang buyutnya rupanya tinggal tak jauh dari stasiun.

"Elang kalau makan mintanya disuap di stasiun terus, Mbak," cerita Mbahnya Elang sambil menyuapkan satu per satu bubur yang ia bawa di mangkok.

Kereta Sri Tanjung pun datang tepat jam 9 pagi, dan segera mengangkut kami ke Solo. Atau tepatnya Stasiun Purwosari, stasiun terdekat menuju Pasar Gawok.

2 comments:

dhiraestria dyah said...

ada apa di pasar Gowok?

bulb-mode said...

Oh... aku lupa melanjutkan ceritanya... :(

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...