Pohon-pohon besar di sepanjang jalan adalah salah satu hal yang tertangkap memoriku saat memasuki kota Bandung. Hari masih pagi. Matahari baru saja muncul dan suasana masih tampak lengang. Rasa kantukku hilang seiring dengan hembusan angin yang makin kuat menerpa wajah.
Dingin.
Dingin.
Pagi itu, imajinasiku tentang Bandung membaik. Ekspektasiku bertambah. Kontaminasi stigma 'macet parah saat weekend' memang masih menghantuiku, apalagi keretaku tiba di Stasiun Bandung pada hari Jumat pagi, menjelang weekend. Tapi, pohon-pohon besar di pagi hari itu berhasil menghiburku.
Aku memang suka pohon.
Lengkap dengan ruas jalanannya yang luas dan tampak bersahabat, bangunan tuanya yang mempesona disinari matahari pagi, serta hawa yang masih tetap dingin.
Dingin - bukan sejuk - dan damai. Khas pagi.
Lalu siang datang menggantikan pagi. Semua yang sempat mempesonaku rusak dalam sekejap. Kendaraan-kendaraan dengan asap hitam yang terus mengepul tak lagi membuat jalanan yang luas itu bersahabat.
Lalu lintas di Jogja, katanya, sangat kacau. Namun, lalu lintas di Bandung yang aku lihat siang itu tak kalah kacau.
Mulai dari beberapa lampu hijau yang kerap menyala pada saat yang bersamaan, hingga pelanggaran lalu lintas yang seperti sudah tersistem. Rambu dan petunjuk seakan tak ada. Sepertinya, melanggar peraturan bukanlah hal yang mengganggu dan dimaklumi.
Aku sempat mengangkat alisku sambil keheranan melihat kesemrawutan lalu lintas di suatu perempatan yang cukup ramai. Banyak kendaraan yang memotong peraturan dan membuat perempatan dua-arah itu menjadi mirip perempatan satu arah.
"Cuma di perempatan ini aja kok, Ndie," sahut Alam membela kotanya.
Sepanjang perjalananku, pohon-pohon besar itu masih menghiburku. Begitu pula udaranya. Sampai di suatu titik semua tadi rusak lagi akibat bau sampah yang tercium di mana-mana. Padahal aku tidak dapat melihat bentuk fisik sampahnya.
Oh. Ini mengerikan.
Bau sampah merusak seluruh keindahan pohon-pohon tadi.
Ekspektasiku terhadap kota yang sempat kujauhi selama beberapa waktu ini kembali menyusut. Mungkin aku masih pesimis. Mungkin aku melihat kota ini masih dari pikiran sempitku. Atau mungkin aku memang belum berani berharap banyak pada kota ini.
Aku pun kembali ke tujuan awalku di Bandung. Aku akan berwisata kuliner saja. Bubur ayam kesukaanku, youghurt, dan mie. Aku ingin pergi dari kota ini sebelum weekend menyerang.
3 comments:
Weekend di Bandung???
Jangan tanya dehhhh...full of Jakarta people:D
ndie.. itu fotonya di boulevard UGM ya?
thea:
Katanya memang gitu ya The? Sebelum wiken menyerang, aku berhasil ngabur ke Jakarta...huihihi! :p
dhiraestria dyah:
Pertanyaanmu mengusik harga diriku sebagai fotografer khusus tulisan... itu foto pohon di Ciwalk... ck-ck-ck...
Post a Comment