Pages

Saturday, August 25, 2007

Ketika Tentara dan Senjata Bercerai

Apa yang dilakukan tentara ketika mereka tidak berperang? Menjadi model!


Sajian fashion show semalam di Vino Bar and Lounge memang berbeda. Baju-baju rancangan Ramadhani rencananya akan diperagakan oleh para model, baik profesional maupun yang tidak. Termasuk tentara.


Semalam, Vino Bar and Lounge dipenuhi oleh warna coklat. Acara fashion show yang diselenggarakan oleh Ramadhani memang menyarankan para pengunjung malam itu untuk memakai pakaian bernuansa coklat. Sesuai dengan tema Chocolique, tema acara fashion show semalam.


Aku berada di sana, bersama Winta, atas undangan peliputan. Mengenakan pakaian kasual, dengan sekelumit warna coklat yang terkesan memaksakan diri, di tengah lautan orang berkostum coklat.

Dentuman musik dari DJ Arya terus menghentak selama acara berlangsung. Aku yang sedang terbiasa mendengarkan lagu Tito Sumarsono tentu saja tak begitu cocok dengan musik jenis ini.

Untungnya, sebuah chocolate fountain tersedia di dekat bar. Bekerjasama dengan Tulip Chocolate, malam ini memang menjadi 'malam coklat'. Berbagai versi coklat tersedia di meja saji, mulai dari coklat lumer, biskuit, hingga coklat yang telah dihias. Itulah tujuan aku dan Winta sembari menunggu acara utama dimulai.

Memang, acara ini bertujuan untuk lebih mendekatkan coklat pada kehidupan masyarakat. Karenanya semuanya bernuansa coklat. Termasuk fashion show yang menampilkan koleksi dari Ramadhani.

Uniknya, fashion show kali ini tidak sekedar menampilkan jajaran model-model terlatih. Model wanita memang telah terlatih. Wakil Jogja untuk Putri Indonesia 2007, wakil Jogja untuk Miss Indonesia, dan model-model profesional lain. Fashion show ini juga menampilkan Miss Waria yang juga telah kerap berlenggak-lenggok di catwalk, membawakan baju dari Ramadhani.

Tapi, yang menarik adalah para model pria. Ramadhani tidak memilih menggunakan model-model profesional. Justru, dipilihkan pria-pria yang berasal dari Batalyon 403. Para tentara. Dan mereka tidak mendapatkan latihan modeling sebelumnya.

"Lucu, Mbak. Mereka baru aja pulang dari Aceh, jadi kulitnya masih coklat gelap, kebakar matahari," ucap Mbak Farra sambil tertawa kecil. "Jadi sesuai tema."

Benar juga. Para tentara itu masih tampak 'fresh from the oven'. Kulitnya bukan sawo matang, tapi coklat matang.

Anehnya, mereka sama sekali tak tampak canggung saat harus berjalan di catwalk. Berpose dengan baju minim dan rancangan khusus. Menerima kilatan-kilatan cahaya flash dari para fotografer. Atau pun berjalan di samping model-model yang cantik itu.

Bahkan, beberapa pengunjung tampaknya tak menyadari kalau yang berjalan di catwalk itu biasa memanggul senjata dan siap berperang membela negara. Dengan pakaian yang flamboyan dan make-up total, mereka memang cocok jadi model. Paling tidak badan mereka sudah proporsional untuk menjadi model pria. Tinggi, tegap, tapi ternyata tidak se-'six pack' itu. Identitas rambut cepak khas tentara ditutupi dengan berbagai model penutup kepala.

"Mereka model dari mana ya?" tanya seorang fotografer di dekatku.

Begitu tahu mereka tentara, ia tampak lebih giat memotret. Memang ada pengaruhnya, ya?


Di akhir acara, Ramadhani muncul di atas panggung, menerima ucapan selamat. Senyum puas tersungging di wajahnya. Kameraku sudah tersimpan rapi sehingga aku tak sempat memotretnya. Tapi, toh aku penulis bukan fotografer, jadi itu bukan masalah.

"Oh... Ramadhani itu laki-laki ya?" tanya Winta yang sedari tadi berdiri di sebelahku.

Duh...

3 comments:

RonggoLawe said...

Aku nggak bisa membayangkan klo misalnya banyak prajurit terobsesi jadi model...Mungkin para jenderalnya nanti jadi perancang mode juga...

Pesanmu nanti aku sampaikan...

bulb-mode said...

Ya paling nanti ada ransum lulur praktis untuk menjaga kulit mereka biar nggak kusam selama mereka bertugas. Hehehe!

RonggoLawe said...

^_^ Btw, ada nggak ya tentara yang dimarahin ibunya waktu plg dari bertugas karena kulitnya jadi item?

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...