Pages

Friday, August 17, 2007

Instant Diving Course


Belajar menyelam memang tidak rutin aku lakukan. Bahkan bisa dibilang, belajarku sangat instan. Selain masa-masa diklat selam enam tahun yang lalu, aku hanya pernah belajar selam di kolam renang sebanyak 2 kali. Sehari sebelum berangkat ke Pulau Karimunjawa dan kemarin pagi.


Walau berbeda, berenang di laut dan di kolam renang memiliki paling tidak satu kesamaan. Sama-sama menghitamkan kulit. Alhasil, kulitku yang sempat menjadi sawo matang dan sedang beralih ke kuning langsat, harus kembali menjadi sawo matang berkat latihan selam kemarin. Wajar, karena kami berada di kolam renang terbuka, dipanggang sinar matahari yang sedang panas-panasnya, selama lebih dari 4 jam.

Dan, hari itu, tidak ada awan yang berhasil memayungi kami. Garis-garis baju renang pun tampak makin jelas di punggungku.

Setelah hampir dua bulan tidak berinteraksi dengan dunia menyelam, pengalaman berlatih selam kemarin sedikit mengembalikan memoriku. Aku jadi teringat akan beberapa hal yang menyulitkanku saat menyelam.

1. Masker clearing.

Walau ini salah satu dasar yang wajib dikuasai, sampai saat ini aku belum mampu melakukannya. Aku selalu panik ketika hidungku - yang terkurung di balik masker - terendam air. Seperti akan kehabisan nafas dalam hitungan mili detik. Namun Pak Agus, rekan Dhira, memberiku inspirasi menarik.

"Kan sekarang udah banyak masker yang anti-fog. Beli itu aja," ucapnya dari pinggir kolam.

Terima kasih atas sarannya, Pak. Sayangnya, aku belum berpikir untuk membeli masker.

2. Multi-tasking.

Ketika untuk bernafas pun aku harus berpikir, hal-hal sederhana lain menjadi sulit dilakukan. Kegiatan multi-tasking di dalam air adalah sesuatu yang bisa mengacaukan konsentrasiku. Masker clearing, menghabiskan udara di dalam BC, melayang di dalam air, mengisi kembali BC dengan udara, bahkan hingga menggerakkan kaki dan tangan secara benar.

Akibatnya, aku membutuhkan waktu lebih lama untuk menguasai segala materi selam yang ada itu. Tapi, untungnya aku berhasil melakukan equalizing, yang menurutku lebih penting dari masker clearing.

3. Haus.

Bernafas dengan mulut terbuka selama menyelam, tentu membuat mulut dan tenggorokan kering. Walau awalnya nyaman, ada batas tertentu dimana aku akan merasa sangat haus karenanya.

"Minum aja air kolamnya," saran Manto.

Astaga. Meminum air kolam yang keruh, bercampur dengan kaporit dan segala macam unsur kotoran itu? Yah, kecuali ini masalah hidup atau mati, aku tidak akan dengan sengaja meminum air kolam renang. Bagai mana pun juga, itu tidak akan menyelesaikan masalah. Bila sedang di laut, meminum air asin hanya akan menyebabkan mulut semakin kering, dan aku semakin haus, bukan?

"Kalau nggak, ya makan permen aja," kata Manto yang hari itu menemaniku berlatih selam.

Hm... ini ide yang jauh lebih baik. Kalau ada lain kali, pasti akan kucoba...

2 comments:

RonggoLawe said...

Gimana kalo mau menyelam di kedalaman hati orang lain...Apa masih perlu masker n oksigen? Kayaknya bakalan jago di bidang ini km ndo...

bulb-mode said...

Bakalan jago di mana? Menyelami hati orang ato menyelam beneran? Aku bakal lebih jago menyelami samudera cinta.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...