Pages

Friday, August 3, 2007

Karimunjawa Day Three: Kembali ke Rumah Apung!




Cuaca hari ketiga benar-benar mendukung liburanku. Cuaca seperti ini lah yang aku bayangkan sejak dari Jogja. Langit biru, cerah, dengan sedikit gumpalan awan putih di sana-sini. Cerahnya hari ini membuat aku, dan yang lainnya, hanya menikmati sarapan singkat dan segera berangkat ke Syahbandar. Tak sabar untuk menikmati hari.

Hari ini rencananya kami akan kembali ke rumah apung Pak Joko. Tapi bukan untuk bersilaturahmi. Kami akan bermain air di sana, seperti yang kami lakukan di keramba hari sebelumnya.


Datang di pagi hari, aku bisa melihat rumah apung dengan lebih seksama. Rupanya selain bisa menjadi rumah makan terapung, rumah apung ini juga menyediakan banyak kamar untuk disewakan. Sayangnya aku lupa menanyakan berapa harga sewanya. Tempat itu bisa menjadi tempat yang menarik untuk menginap, mencari sensasi baru - walau pasti akan butuh perjuangan ekstra untuk mencapai daratan.

Begitu sampai di rumah apung, tanpa buang waktu kami langsung menyiapkan segala peralatan dan cepat-cepat turun ke air. Aku merasa jauh lebih nyaman sekarang berada di laut. Jauh lebih nyaman dari pada kemarin, mungkin karena sudah terbiasa. Bersama Manto dan Sidqi, aku snorkling kian-kemari. Snorkling di antara karang, di antara bulu babi yang mengancam, hingga di antara gelembung-gelembung udara para penyelam. Gelembung-gelembung udara dari Dhira, Zen, dan Mbak Ika yang sedang menyelam dalam rangka sertifikasi.

Tidak seperti di Lombok, kali ini aku bebas berenang-renang semauku. Tidak ada waktu yang terlalu mengikat. Toh kami akan berada di rumah apung hingga sore hari. Bila lelah berenang-renang, aku bisa duduk-duduk di pinggiran 'dermaga' rumah apung lalu berenang-rengang lagi, atau bersantai-santai di sisi lain rumah apung, di kursi malas sambil melamun.

Dari sisi itu, tampak Pulau Menjangan Besar yang tak begitu jauh. Melihatnya, aku ingin berenang ke pulau itu. Letaknya tak begitu jauh, dan bila lelah, aku bisa berjalan melompat-lompat. Tak perlu takut, karena dasar laut yang berpasir tampak dari permukaan. Jadi, mestinya tak terlalu dalam. Aku pun mengajak Manto.

"Banyak bulu babi, Ndie," ucapnya sambil menunjuk ke arah dasar laut yang aku anggap 'pasir' tadi.

Aku mengamati lebih seksama. Dasar laut memang dangkal, tapi ternyata tak hanya pasir. Dasar laut juga dipenuhi karang dan di sela-selanya bermunculan banyak bulu babi. Duh...

Setelah Dhira selesai menyelam, akhirnya aku mendapat kesempatan menyelam juga, walau tidak ikut sertifikasi. Ah, bahagianya... Aku pun segera memakai peralatan selam. Lengkap. Kecuali tentu saja wet suit, karena aku tak memilikinya. Aku hanya mengenakan baju renang biasa di balik kaos hijau HI-ku.

"Kita turun pelan-pelan, ikuti tali ini," kata Mbak Ika sambil menunjuk tali yang menghubungkan dasar laut dengan 'dermaga' apung.

Aku hanya mengangguk. Mulutku sudah tersumpal mouth piece. Dan aku terlalu gugup untuk melepasnya agar bisa berbicara. Maklum, ini pengalaman menyelam pertamaku di laut, setelah instant diving course di FPOK.

Ternyata menyelam kali ini tak begitu sulit. Asalkan aku bisa nyaman dengan cara bernafas yang berbeda, cara bergerak yang berbeda, dan pemandangan yang berbeda. Bulu babi! Kulihat Mbak Ika selalu berada di sekitarku. Itu membuatku tenang. Biota di sini lebih banyak dari pada di keramba. Ada ikan badut, anemon, bulu ayam, bulu babi, ikan pari, dan banyak biota lain yang tak kuketahui namanya. Tak terasa, aku berhasil menyelam hingga 12 meter. Wow... lumayan!

Kami kembali ke Pulau Karimunjawa tak sesore kemarin. Namun rupanya kesenangan hari itu belum berakhir. Mas Nurul rupanya ingin membakar ikan untuk makan malam kami. Tentu saja, dibakar a la Karimunjawa.

Sesorean, aku, Dhira dan Mbak Ika berkeliling desa Karimunjawa. Sementara Zen, Manto, dan Sidqi memilih untuk tidur di rumah. Kami berkeliling ke puncak tertinggi di desa tersebut, di mana berdiri BTS Telkomsel. Tapi tetap saja di sana sinyal Telkomsel sulit didapat. (Red: Di Karimunjawa tidak ada sinyal Indosat!) Kami juga menyempatkan diri ke pantai yang dipenuhi pohon kelapa, dan melihat moon rise, walau matahari belum tenggelam. Kami pun segera ke dermaga Syahbandar, untuk menikmati sun set.


Malamnya, Mas Nurul sudah menyiapkan segala macam peralatan pesta barberque ikan a la Karimunjawa di halaman belakang. Sabut kelapa, pelepah pisang, bata yang ditumpuk, hingga ikannya. Dan ternyata ikannya diasapi, bukan dibakar. Makan malam kami malam itu sangat lezat: Ikan Bandong Asap bumbu Asam. Nyam!


Setelah makan malam - dan kekenyangan - aku, Zen, Manto, dan Sidqi kembali lagi ke Syahbandar untuk memindahkan data foto ke komputer, dan... sekaligus memancing cumi-cumi.


Meanwhile... Dhira belajar untuk sertifikasi di rumah, bersama Mbak Ika. Perlu kuacungi dua jempol buat dedikasi dia. :p

2 comments:

RonggoLawe said...

Emang keren2..!Hebat ya, bulu babi aja tajem...:)

bulb-mode said...

Tajem kayanya, setajem jarum jahit ibuku...sepertinya...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...